Lihat ke Halaman Asli

Nina Sulistiati

TERVERIFIKASI

Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

[Cerpen Remaja] Jangan Pernah Takut Bermimpi

Diperbarui: 7 Januari 2025   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar https://www.universitas123.com/news/cara-guru-bk-mengatasi-masalah-siswa-dengan-tepat

Siang itu, ruangan guru di SMP Cinta Bangsa tampak lengang. Hampir semua guru berada di kelasnya masing-masing. Angin berembus lembut melalui celah jendela, membawa aroma hujan yang menggantung di udara. Listi menutup jurnal kerjanya yang baru saja selesai ia tulis. Ia selalu menyukai momen-momen seperti ini---sepi, waktu kosong, dan kesempatan untuk merenung, membaca atau menuliskan semua kegiatan di dalam jurnal.

Namun, ketenangan itu terusik oleh suara ketukan pelan di pintu.

"Masuk," kata Listi sambil menoleh. Seorang siswi perempuan dengan seragam rapi melangkah masuk. Ia adalah Rini, salah satu murid di kelas 9-B. Wajahnya pucat, dan matanya sembab seolah baru saja menangis.

"Bu Listi, boleh curhat sebentar?" tanya Rini dengan suara lirih.

"Tentu. Duduk sini," jawab Listi, menyodorkan kursi di depannya. "Ada apa, Rini?"

Rini menarik napas panjang sebelum mulai bercerita. "Bu, saya... saya mungkin nggak bisa lanjut ke SMA."

Kata-kata itu membuat Listi tersentak. Rini terbilang anak yang berprestasi. Setiap semester dia meraih peringkat juara umum di sekolah. Selain itu, kegemarannya menulis, membuat dia meraih juara 1 lomba menulis cerpen tingkat provinsi Jawa Barat. Ia menatap gadis itu dengan seksama, menunggu penjelasan lebih lanjut.

"Orang tua saya, Bu... mereka bilang nggak punya uang untuk biaya sekolah. Bapak cuma buruh serabutan. Kadang kerja, kadang nggak. Ibu juga cuma bantu tetangga bikin kue. Kalau masuk SMA, katanya biayanya mahal. Apalagi kalau harus beli seragam, buku, semuanya... Saya takut, Bu. Saya mau sekolah, tapi..." Rini terisak, menunduk, dan memeluk tasnya erat-erat.

Listi terdiam sejenak. Ia tahu, sebagai wali kelas, dirinya sering menjadi tempat murid-muridnya mencurahkan isi hati. Namun, mendengar Rini bicara seperti ini membuat hatinya terasa diiris-iris. Rasanya sayang jika anak secerdas Rini tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.

"Rini," ucap Listi lembut, "boleh Ibu tanya sesuatu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline