Karina hanyalah seorang ibu yang tak pernah berharap lebih dari sekadar senyum hangat dan pelukan tulus setiap kali lelah merayap di tubuhnya. Namun, sering kali Karina merasa hadirnya dalam keluarga hanya dianggap sebagai kewajiban , bukan sebagai pribadi yang patut dihargai.
Rutinitas yang berlangsung itu-itu saja setiap hari. Pagi-pagi sekali, Karina bangun sebelum fajar menyapa. Di saat yang lain masih terbuai mimpi, Karina sudah memulai hari. Dia memasak sarapan, menyetrika pakaian, menyiapkan kebutuhan sekolah anak-anak, memastikan semua berjalan sempurna. Setiap langkah kecil yang dia ambil di pagi buta adalah bentuk kasih sayangnya yang tak terucapkan. Namun, seiring berjalannya waktu, Karina menyadari satu hal yaitu tak ada yang peduli pada rasa lelah yang mungkin membebani pundaknya dan sekadar bertanya," Bagaimana kabarmu hari ini?".
Sering Karina bertanya-tanya, apakah perannya ini hanya sekadar roda penggerak keluarga? Apakah Karina hanya alat untuk memastikan mereka kenyang, nyaman, dan bahagia, sementara kebahagiaannya sendiri tak pernah dipertimbangkan? Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing---anak-anak dengan sekolah dan teman-temannya, suami dengan pekerjaannya. Karina, di sisi lain, selalu ada, tetapi kehadirannya terasa seperti angin: terasa namun tak terlihat.
Hari demi hari berlalu. Karina mengamati mereka dengan mata penuh cinta, meski di sudut hatinya ada rindu yang tak kunjung terjawab. Rindu akan perhatian kecil, kata-kata manis yang sederhana, atau sekadar tatapan penuh cinta. Karina ingin sekali mendengar suaminya berkata, "Terima kasih, sayang, untuk semua yang kau lakukan." Karina ingin anak-anaknya, di tengah canda dan tawanya, berhenti sejenak dan berkata, "Kami mencintaimu, Ibu." Namun, ucapan itu jarang, nyaris tak pernah, terucap.
Karina sadar, cinta seorang ibu sering tersembunyi dalam diam dan pengorbanan. Tapi Karina juga manusia. Di balik kenyataan yang kerap kali terlihat, ada kelemahan yang Karina sembunyikan. Di balik senyuman yang terpancar, ada lelah yang sulit dia ungkapkan. Karina ingin mereka tahu bahwa dirinya juga membutuhkan cinta. Karina juga ingin dipeluk saat hari terasa begitu berat, saat dunianya sendiri terasa sunyi.
Ketika malam tiba, saat rumah mulai tenang dan suara canda tawa mereda, Karina sering duduk sendirian di ruang tamu. Ditemani segelas teh hangat, pikirannya melayang pada kenangan-kenangan lama.
Dulu, saat anak-anaknya masih kecil, mereka begitu manis dan penuh perhatian. Namun kini, seiring mereka tumbuh, jarak emosional mulai terasa. Mereka sibuk dengan gadget, teman-teman, dan dunianya sendiri. Pelukan itu jarang hadir, kata-kata cinta semakin langka.
Di malam-malam seperti itu, Karina sering bertanya pada dirinya sendiri: Adakah mereka tahu bahwa Karina juga butuh cinta? Adakah mereka tahu bahwa Karina juga ingin menjadi bagian dari kebahagiaan mereka, bukan hanya aktor di belakang layar?
Hari-harinya tetap dipenuhi oleh rutinitas yang sama. Karina tahu bahwa di balik lelahnya, ada cinta yang saling terbalas. Karina ingin bukan hanya menjadi seorang ibu yang menjalankan tugas, tetapi seorang ibu yang dihargai dan disayangi oleh keluarga.
Namun, di balik kegamangan ini, Karina tetap menyimpan sebuah doa yang tak pernah henti diucapkan di setiap sujud malamnya. Karina berdoa agar anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik, penurut, dan penuh cinta.