Pasca riuhnya berita seputar tidak netralnya dua stasiun TV swasta, yakni Metro TV dan TV One, di masa-masa menjelang pelaksanaan Pilpres 2014 kemarin, akhirnya Koalisi independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk merespons tuntutan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang ingin mencabut izin penyiaran bagi stasiun televisi nasional yang vulgar menyajikan konten pemberitaan politik demi kepentingan pribadi dan golongan.
Koordinator KIDP, Eko Mulyadi, menyebutkan desakan tersebut dilakukan karena pada masa pemilihan presiden ada beberapa stasiun televisi yang mempergunakan frekuensi milik publik untuk kepentingan pribadi. Kata dia, terkait hal itu KPID akan melakukan upaya hukum.
"KIDP bersama elemen masyarakat sipil lainnya, akan melakukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap adanya konsentrasi kepemilikan televisi yang berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi," kata Eko dalam jumpa pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, 13 Juli lalu.
Menurut Eko, MK dalam putusannya mengatakan bahwa implementasi norma harus dilakukan oleh regulator di bidang penyiaran. KIDP berpendapat hingga saat ini implementasi norma dan penegakan tidak dilakukan khususnya oleh pemerintah. Pengelolaan frekuensi televisi seharusnya, sambung Eko, untuk sepenuhnya bagi kepentingan publik. Bukan kepentingan seseorang, kelompok maupun pemilik modal.
Sementara itu Dandhy DwiLaksono, Koordinator Divisi Penyiaran dan Media Baru Aliasi Jurnalis Indonesia (AJI), menyebutkan, sebenarnya pada tanggal 27 Juni sebelum pilpres KPI telah mengeluarkan surat rekomendasi untuk Kemenkominfo agar meninjau kembali izin frekuensi stasiun televisi swasta yang menggunakan frekuesi publik untuk kepentingan pribadi itu. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya.
"Gugatan yang sama akan kami lakukan terhadap pemerintah apabila dalam periode tertentu tidak segera mengambil langkah-langkah konkrit untuk menjalankan rekomendasi KPI sebagaimana mandat undang-undang penyiaran," tandas Dandhy.
Seperti diketahui, Metro TV dimiliki oleh Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem) yang berkoalisi mengusung Jokowi-JK. Sementara TV One dimiliki oleh Grup Bakrie, yang mengusung Prabowo-Hatta.
Selain itu, iklan capres dan cawapres yang pada musim pemilu kemarin membanjiri televisi juga telah membuat publik jenuh terhadap konten televisi. Seperti yang dilansir www.iklancapres.org, pada masa kampanye kemarin, dua pasangan capres dan cawapres Indonesia telah nongol 6.181 kali di iklan televisi Indonesia.
Ditambah lagi, sikap “keberpihakan” stasiun televisi TVOne dan Metro TV atas pemberitaan capres dan cawapres andalannya juga kian membingungkan masyarakat: stasiun TV mana yang harus mereka tonton?
Sumber foto: https://assets.kompasiana.com/statics/files/14043954582098414142.jpg