Humble Hard Power: Indonesia Dalam Menghadapi Isu Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan merupakan salah satu area yang memiliki potensi konflik tinggi dalam hubungan internasional. Diartikan sebagai 'Tenggorokan Samudera Pasifik Barat dan Laut India', Laut Cina Selatan digadang sebagai rute ekonomi tersibuk di dunia yang mencakup hingga 1/3 wilayah perdagangan global, terbukti mengandung sumber daya alam dalam jumlah besar terutama minyak dan gas, serta terletak dalam posisi geografis yang sangat strategis bagi negara.[1]
Berbagai lapisan dunia telah memperhatikan Laut Cina Selatan ini sejak dahulu. Terbentang dari Selat Karimata, Selat Malaka, dan Selat Taiwan dengan panjang sekitar 3,5 juta km persegi. Terletak dalam kawasan yang diidamkan dunia, terdapat banyak negara yang mengklaim kekuasaannya terhadap laut tepi tersebut dimulai dari Vietnam, Filipina, Taiwan, Brunei Darussalam, Malaysia, hingga Indonesia dan Cina. Tidak hanya itu, pentingnya Laut Cina Selatan juga berhasil menarik hati banyaknya perusahaan internasional milik Amerika Serikat, Inggris, India, Russia dan Australia yang juga ikut terlibat dalam konflik perebutan wilayah terkait.[2]
Cina telah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan kekuasaan di Laut Cina Selatan. Nine-dash line misalnya, yang merupakan salah satu strategi populer dengan dasar sejarah ini menunjukkan bagaimana terdapat sembilan garis putus-putus disepanjang tepi laut berbagai negara di map kekaisaran Cina pada tahun 1952. Walaupun beberapa dari garis tersebut pada kenyataannya tidak adil dan merebut hak negara lain, Cina tidak mengindahkan hal ini dan tetap bergerak dengan bebas menjalankan aktivitas di perairan. [3] Klaim sepihak ini tentunya membuat geram negara-negara tetangga yang bersinggungan langsung terutama diwilayah ASEAN, termasuk Indonesia.
Indonesia di Laut Cina Selatan
Indonesia merupakan negara yang terbentuk dari ribuan pulau dan perairan yang kaya akan sumber daya alamnya. Ketika Cina mengeleluarkan strategi nine-dash line, Indonesia yang merasa sangat dirugikan langsung merespon dengan menginisiasi berbagai pembicaraan diplomatis mengenai hal tersebut. Namun sayangnya, pemerintah Cina tidak pernah mengindahkan peringatan dan terus mengeksploitasi ikan dan biota laut khas di wilayah perairan Indonesia. [4]