Lihat ke Halaman Asli

Kiprah "Kids Zaman Now" dalam Reog Ponorogo

Diperbarui: 27 September 2017   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Terkait Reyog, Wong Ponorogo serta Bangsa Indonesia mempunyai:

  1. Masa lalu yang pahit. Yaitu ketika Pemerintah Malaysia mengklaim seni tradisional berciri khas dadak merak tersebut sebagai budaya asli mereka (tahun 2007). Padahal Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mendaftarkan Reyog sebagai hak cipta dengan nomor 026377 pada 11 Februari 2004. (liptan6.com)
  2. Masa depan yang belum pasti. Karena seni Reyog belum juga diakui Unesco sebagai Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of     Humanity atau Karya Agung Warisan Budaya Lisan Tak Benda Dalam Kemanusiaan. (Bisnis wisata.co.id, 20/3/2016).

Itu hanya pengelompokkan secara kasar permasalahan Reyog Ponorogo. Jika dirinci, masih ada sederet hal lain yang juga masuk kategori problem. Tetapi terlalu panjang untuk dibahas hanya dalam satu judul ini saja.

Oke. Kembali kepada dua masalah besar tadi, lalu muncul pertanyaan: Kepada siapa kita bisa berharap, agar pengalaman masa lalu itu tidak terulang dan PR masa depan bisa segera dituntasakan?

Yup, pilihan saya jatuh kepada (jreng... jreng....): Kawula Muda!! Generasi milenial!

Siapakah mereka?

Mereka generasi yang lahir tahun 1981 - 2000. Lahir di era teknologi, sehingga internet berperan besar dalam hidup mereka. Berada dalam usia produktif sekaligus menjadi konsumen yang mendominasi pasar. Memiliki akun media sosial sebagai sarana komunikasi dan berekspresi. Selalu up-to-date keadaan sekitar. (hitsss.com) Mereka juga sering disebut Kids Jaman Now, Anak muda masa kini. Selalu mengandalkan teknologi dalam berkegiatan. Interaksi, produksi, promosi, jaul beli, dan lain-lain.

Mengapa pilih mereka?

"...............Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."

Itu penggalan pekik Bung Karno yang menggelorakan semangat perjuangan Bangsa Indonesia lebih dari setengah abad lalu.

Jika Bung Karno di jaman manual, bisa menangkap potensi anak muda, mengapa kita  di era digital tak mampu mengendusnya? Generasi milenial, anak muda yang bersenjata teknologi, menjanjikan masa depan modern.

Dunia baru membutuhkan cara-cara baru yang lebih fresh. Baik dalam konsep, penentuan target maupun teknis pelaksanaan. Sudah saatnya, memberi ruang gerak yang lebih luas dan luwes bagi anak muda yang ingin berkarya. Apalagi jika kemampuan dan ketrampilan mereka dicurahkan pada bidang seni tradisional. Maka mereka lah harapan kita. Pelestari warisan budaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline