Lihat ke Halaman Asli

Alternatif Terciptanya Energi Bersih dan Terjangkau yang Mendukung Inovasi untuk Masa Depan Secara Berkelanjutan

Diperbarui: 5 September 2024   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

PENUGASANESAI Alternatif Terciptanya Energi Bersih dan Terjangkau yang Mendukung Inovasi untuk Masa Depan Secara Berkelanjutan Nama:Ni Made P. Gayatri Weda Sruti NIM:165241087 NamaKelompok Kecil : Consultant NamaMentor : Hesti Prihandini PRODUK2024 PROGRAMSTUDITEKNIKINDUSTRI FAKULTASTEKNOLOGIMAJUDANMULTIDISIPLIN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2024 Tema Esai : SDG's 7; Energi Bersih dan Terbarukan Secara mendasar, SDG's (Sustainable Development Goals) merupakan serangkaian tujuan yang ditetapkan oleh PBB dalam upaya terciptanya kehidupan yang lebih baik di masa depan. Tujuan SDG's secara global ialah dalam merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan. Mengurangi kemiskinan/kesenjangan ekonomi antar individu, perubahan iklim secara signifikan, serta kerusakan ekosistem lingkungan tentunya menjadi tujuan utama dalam merealisasikan isi dari SDG's. Akan tetapi dalam mewujudkan semua tujuan tersebut tentunya harus dilakukan pergerakan secara nyata. Merealisasikan semua tujuan dari SDG's juga menjadi tantangan bagi dunia. Menjamin tersedianya energi bersih dan terjangkau menjadi salah satu fokus utama dalam merealisasikan bagian dari SDG's. Tepatnya SDG's ke-7, yaitu Energi bersih dan terjangkau. Pemahaman mengenai energi bersih dan terjangkau adalah energy yang merujuk pada sumber daya yang memberikan dampak secara minimal bagi ekosistem dan lingkungan. Energi bersih yang terjangkau tentunya diperoleh melalui sumber daya yang dapat terbarukan serta tidak menghasilkan dampak yang berpengaruh serius bagi lingkungan sekitar serta keberlangsungan hidup masyarakat banyak. Mengurangi emisi CO2 atau efek Gsrumah Kaca (GRK) menjadi salah satuupaya dalam menciptakan energy bersih dan terjangkau yang memiliki dampak minimal bagi keseimbangan lingkungan. Dari tahun ke tahun, semua negara negara berkembang banyak mengalami pertumbuhan urbanisasi. Pertumbuhan ini tentunya memicu permintaan energi yang meningkat secara terus menerus. Akses biaya yang masih dalam batas wajar dan dapat digunakan oleh masyarakat banyak tentunya menjadi tujuan terciptanya energi bersih yang terjangkau. Selain tidak membebani secara finansial, tersedianya energi bersih dan terjangkau juga menjadi acuan dalam memastikan bahwa orang orang dapat menggunakan energi tersebut secara merata. Permintaan terhadap energi membuat penggunaan bahan bakar berbahan fosil semakin menipis. Bahan bakar fosil juga bertanggung jawab terhadap pengaruh Gas Rumah Kaca (GRK) bagi perubahan iklim yang mempengaruhi atmosfer yang tentunya menjadi permasalahan lingkungan yang serius. Terbentuknya gas rumah kaca juga dapat dipicu oleh aktivitas manusia maupun alam. Perubahan iklim alam secara ekstrem inilah yang menjadi perhatian khusus bagi WHO dalam menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik di tahun 2030 dan di masa mendatang. Demi meratanya kebutuhan energi yang diperlukan masyarakat banyak, terdapat upaya upaya yang terus dilakuan. Salah satunya adalah merenovasi/perombakan kembali bangunan yang sudah ada menjadi bangunan dengan energi nol bersih. Melansir jurnal frontiers, di sebutkan jika perombakan kembali bangunan yang sudah ada dapat mengurangi 32,8 metrik ton emisi CO2 per-tahunnya. Selain upaya prombakan kembali bangunan yang sudah ada, pengelolaan emisi karbon serta penggunaan energi yang lebih efisien juga dapat menjadi upaya dalam terciptanya energi bersih yang terjangkau. Penggunaan panel surya serta sistem energi angin yang mampu menyimpan serta menghasilkan listrik dalam tingkat efisiensi yang baik. Semakin efisien penggunaan energi, maka semakin emisi GRK yang dihasilkan. Selain itu, pada tahun 2018 terbentuk suatu laporan IPCC(The Intergoverment Panel on Climate Changes) yang menetapkan suatu upaya demi mebatasi kenaikan suhu secara global yang diprediksi menjadi 1,5 C pada tahun 2050. Hal ini tentunya berhubungan dengan permintaankebutuhan terhadap industri baja yang semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pertumbuhan industri baja diperkirakan mencapai 25-30% pada tahun 2050, Produksi baja yang menggunakan fosil sebagai bahan alternatifnya tentu harus bertanggung jawab atas terbentuknya 7% dari seluruh emisi CO2 antropogenik. Dilihat sejak tahun 1970, pemanasan iklim akibat emisi gas rumah kaca terus berlipat ganda akibat pertumbuhan populasi yang begitu cepat serta meningkatnya aktivitas industri. Upaya sederhana dilakukan demi menurunnya emisi CO2 yang terbentuk, seperti moderenisasi pabrik, mengadopsi teknologi terbaik, dan menggunakan teknologi baru seperti daur ulang gas. SDG's (Sustainable Development Goals) merupakan serangkaian tujuan yang ditetapkan oleh PBB dalam upaya terciptanya kehidupan yang lebih baik di masa depan. Tujuan SDG's secara global ialah dalam merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan. Mengurangi kemiskinan/kesenjangan ekonomi antar individu, perubahan iklim secara signifikan, serta kerusakan ekosistem lingkungan tentunya menjadi tujuan utama dalam merealisasikan isi dari SDG's. Merealisasikan prinsip SDG's 7 mengenai energi bersih dan terjangkau tentunya menjadi tugas yang cukup serius bagi dunia. Selain semakin cepatnya pertumbuhan urbanisasi dan kemajuan teknologi yang memerlukan banyak pasokan energi, penanggulangan perubahan iklim ekstrim juga menjadi dasar dalam terciptanya energi bersih dan terjangkau yang memiliki efek minim bagi lingkungan. Dengan upaya pengurangan emisi CO2 serta gas rumah kaca bisa menjadi jalan altrnatif dalam menciptakan energy bersih yang etrjangkau. Selain akses yang mudah dalam memeperoleh energi, tidak membebani finansial orang orang juga menjadi acuan dalam meratanya penggunaan energi. Adapun beberapa aktivitas yang dapat dilakukan demi kelancaran tercapainya prinsip SDG's7 ini,yaitu dengan penggunaan panel surya serta sistem energi angin yang mampu menyimpan serta menghasilkan listrik dalam tingkat efisiensi yang baik. Tingginya kebijakan serta efisiensi dalam penggunaan energi, maka semakin berkurangnya emisi GRK yang dihasilkan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline