Lihat ke Halaman Asli

Depresi Makin Menghantui Indonesia di Tengah Krisis Ekonomi

Diperbarui: 7 Januari 2025   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di tengah gejolak ekonomi global, Indonesia menghadapi kondisi ekonomi yang menakutkan. Krisis ekonomi yang melanda tidak hanya menggerogoti perekonomian negara, tetapi juga mengancam kesejahteraan mental masyarakat. Dengan Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi dalam kasus depresi di dunia, sudah saatnya kita menyadari bahwa ada hubungan yang tak terpisahkan antara kondisi ekonomi dan kesehatan mental.
 
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Psychiatry, hampir 80% individu yang mengalami depresi berasal dari latar belakang ekonomi yang tidak stabil. Ketidakstabilan ini sering kali disebabkan oleh faktor-faktor seperti kebangkrutan, pengangguran, kurangnya lapangan pekerjaan, inflasi, sehingga mereka terjebak dalam siklus kemiskinan. Di Indonesia pada bulan Februari 2024, proporsi lapangan kerja informal 59,17%, jumlah total pekerja informal tetap tinggi dengan 84,13 juta orang. Sebanyak itu pekerja tanpa jaminan pendapatan dan perlindungan sosial yang memadai, maka dampak krisis ekonomi menjadi lebih terasa.  
 
Kondisi ini menciptakan tekanan psikologis, stres akibat ketidakpastian finansial dapat menyebabkan gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan masalah kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mengalami stres berkepanjangan cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan masalah kesehatan mental. Dengan begitu banyak orang terjebak dalam siklus kemiskinan dan ketidakpastian, kita harus bertanya apakah kita akan terus mengabaikan realitas pahit ini sambil banyak orang berjuang dalam kesunyian?
 
Depresi bukan hanya masalah individu, ia memiliki dampak sosial yang luas. Ketika seseorang mengalami depresi, produktivitas mereka menurun, dan ini berdampak pada keluarga dan masyarakat sekitar. Misalnya, seorang kepala keluarga yang mengalami depresi mungkin tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga pendapatan keluarga berkurang. Hal ini dapat menyebabkan konflik dalam rumah tangga dan meningkatkan risiko perceraian serta masalah sosial lainnya.
 
Selain itu, stigma terhadap kesehatan mental masih sangat kuat di masyarakat kita. Banyak orang merasa malu untuk mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau tidak mampu. Stigma ini membuat banyak individu terpaksa berjuang sendirian dalam diam. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membangun kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan mendorong masyarakat untuk berbicara tentang isu ini secara terbuka.
 
Untuk mengatasi masalah ini secara efektif, kita memerlukan perubahan struktural yang radikal. Pertama-tama, kebijakan ekonomi harus dirumuskan dengan mempertimbangkan aspek kesehatan mental sebagai prioritas utama. Ini berarti bahwa pemerintah perlu merancang program-program yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan mental masyarakat.
 
Salah satu langkah konkret adalah menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan. Program-program pelatihan keterampilan harus diperluas untuk membantu pekerja beradaptasi dengan perubahan pasar kerja. Selain itu, pemerintah harus memberikan insentif bagi perusahaan untuk mempekerjakan individu dari latar belakang ekonomi yang kurang beruntung.
 
Meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental juga sangat penting. Di banyak daerah di Indonesia, akses ke layanan kesehatan mental masih sangat terbatas. Fasilitas kesehatan sering kali tidak memiliki tenaga medis yang terlatih untuk menangani masalah psikologis. Oleh karena itu, pemerintah harus berinvestasi dalam pelatihan tenaga medis dan memperluas jaringan layanan kesehatan mental di seluruh negeri.
 
Kampanye untuk mengurangi stigma terkait pencarian bantuan juga harus menjadi bagian dari strategi nasional. Kita perlu mendidik masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental dan bagaimana mencari bantuan ketika diperlukan. Ini bisa dilakukan melalui program-program edukasi di sekolah-sekolah dan komunitas.
 
Namun, perubahan-perubahan ini tidak boleh dilakukan tanpa partisipasi aktif masyarakat. Masyarakat perlu berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi individu yang mengalami masalah kesehatan mental. Ini termasuk membangun jaringan dukungan sosial di tingkat komunitas.
 
Misalnya, kelompok-kelompok dukungan dapat dibentuk untuk membantu individu berbagi pengalaman mereka dan saling mendukung dalam proses pemulihan. Selain itu, program-program kesadaran di tingkat lokal dapat membantu meruntuhkan stigma yang menghalangi individu untuk mencari bantuan.
 
Krisis ekonomi dan kesehatan mental adalah dua sisi dari koin yang sama. Dengan mengatasi akar masalah ini secara bersamaan, kita tidak hanya dapat menurunkan angka depresi tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Ini adalah tantangan yang memerlukan perhatian kita semua, karena masa depan bangsa kita bergantung pada kesejahteraan mental setiap individunya.
 
Melalui kebijakan yang inklusif dan partisipasi aktif dari masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung bagi semua orang terutama mereka yang paling rentan terhadap dampak krisis ekonomi. Mari bersama-sama mendorong perubahan positif agar Indonesia tidak hanya pulih dari krisis ekonomi tetapi juga menjadi bangsa yang lebih sehat secara mental.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline