Lihat ke Halaman Asli

Nilot Maheswari

Pelajar/SMAN 1 Ponorogo

Pengaruh Tantrayana dalam Munculnya Gagasan Mengenai Nusantara

Diperbarui: 16 Agustus 2024   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


     Di tengah intoleransi yang mewarnai kisah-kisah era klasik di berbagai belahan dunia seperti penghancuran patung-patung dewa di kota suci Athena dan pembakaran ratusan umat protestan oleh Ratu Mary ke-1 di kerajaan Inggris. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia, perbedaan agama justru menjadi akar dari paham penyatuan wilayah-wilayah Nusantara.

     Seperti yang kita ketahui, Nusantara merupakan sebuah nama yang disematkan untuk wilayah-wilayah yang berhasil ditaklukkan Kerajaan Majapahit diantaranya meliputi; Palembang, Dompo, Tumasik (Singapura), Gurun, Sampit, Madura, Bali, Koci (Cochinchina, Vietnam), Wandan (Banda, Maluku Tengah), Tanjungpura (Kalimantan) dan Sawakung (Pulau Sebuku). (Wikipedia).

     Nusantara tidak lahir begitu saja, di balik keberhasilan yang mampu menundukkan kerajaan-kerajaan besar di sekitarnya, terdapat seorang maharaja dalam Kitab Pararaton yang sering disebut sebagai Bhatara Siwa-Buddha dengan misi besar yang hidup sebelum lahirnya Kerajaan Majapahit.

    Siapakah maharaja yang disebut sebagai Bhatara Siwa-Buddha tersebut?

Tercatat dalam Kitab Pararaton :
Sirji Kertangara sira anjnng prabhu, abhiseka bhatra Siwabuddha

     Dalam catatan Kitab Pararaton tersebut menjelaskan bahwa Kertanegara naik tahta menjadi seorang raja dan diberi nama penobatan sebagai Bhatara Siwa-Buddha.

     Jadi, Sang Maharajadhiraja yang menyandang gelar Bhatara Siwa-Buddha adalah Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari.

     Siwa-Buddha sendiri adalah penyatuan antara dua paham sehingga tercipta sebuah aliran dan dapat saling melengkapi satu sama lain. Bersatunya dua paham ini sering disebut dengan aliran Tantrayana.


Antara Raja Kertanegara dan Aliran Tantrayana

    Setelah melewati peradaban Hindu-Buddha sejak tahun 400 M-1200 M, masyarakat Jawa kuno telah menerima suatu kenyataan bahwa kepercayaan Hindu dan Buddha senantiasa hidup berdampingan dalam kehidupan sehari-hari. Hingga kedua kepercayaan tersebut sangat melekat dan mengalami peleburan bersama atau yang disebut sebagai sinkretisme. Sinkretisme ini yang memunculkan Tantrayana sebagai aliran baru yang diminati hingga akhir masa Majapahit.
    

Salah satu tokoh besar yang meyakini aliran Tantrayana adalah Raja Kertanegara. Kertanegara menganut Buddha Tantra yang dibaurkan dengan Siwa Bhairawa. Menurut kitab Negarakertagama, Kertanegara semakin memaknai aliran tantrayana ini di usia lanjut. Tidak ada satupun raja pendahulu yang setara dengannya. Beliau adalah raja yang paham dengan kesusastraan, filsafat, dan juga ilmu agama hingga mendapat gelaran Jina dengan nama Sri Jnanabajreswara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline