Lihat ke Halaman Asli

Nilma Afada

Mahasiswi

Darma Antropologi Pendidikan dalam Menakrifkan Kurikulum guna Membersitkan Pendidikan yang Bermutu

Diperbarui: 5 Juli 2023   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan
Nusantara atau yang mana terkenal dengan Indonesia, terkenal dengan ribuan pulau, yang mana keadaan geografis nya memang tidak merata. Faktor geografis menjadi salah satu  pengaruh di suatu daerah pada jaringan komunikasi dan transportasi. Utamanya,  pada daerah yang dirumpun hutan belantara dan pegunungan yang tinggi, yang kemungkinan besar menghambat proses informasi, yang berpengaruh pada pengetahuan penduduk sekitar. Keduanya, tiap daerah pasti mempunyai beragam suku bangsa, adat istiadat, sistem nilai, budaya yang beda satu sama lain. Dengan beragamnya budaya itulah yang mana mempengaruhi berbagai hal, seperti hubungan sosial masyarakat, sistem dari pendidikan, mata pencaharian, dan juga pola dari pemikiran manusia. Adanya ragam suku bangsa dan kebudayaan yang terjadi secara alamiah, sejak dulu diberlangsungkan upaya pendidikan sebagai proses transmisi dan transformasi kebudayaan di masing-masing daerah disesuaikan dengan budaya daerah masing-masing.
Proses pendidikan bangsa diketahui telah berlangsung sebelum kedatangan penjajah dan mempunyai antropologis yang kuat. Kurikulum yang sudah diterapkan pada tiap-tiap daerah berdampak pada perkembangan pengetahuan yang berbeda, dibuktikan dengan kemajuan masyarakat. Hal ini tentunya berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, yang mana mereka memberikan pendidikan anaknya mulai tingkat  dasar bahkan usia dini sampai perguruan tinggi (Nasution, 2004).  Lain hal lagi dengan masyrakat pedesaan, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dianggap suatu permasalahan. Hal ini dikarenakan tingkat ekonomi penduduk yang masih minim, kesadaran orang tua akan pendidikan yang masih kurang, akses untuk lembaga pendidikan terbatas, dan angka migrasi lumayan tinggi. (Nasution, 2004). Dengan permasalahan tersebut, peranan pendidikan sangat penting, khususnya dalam hal penyusunan kurikulum oleh satuan pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik. Salah satu kurikulum berbasis budaya lokal telah memberikan sumbangan untuk lebih mengenal potensi budaya di masing-masing daerah, sehingga peserta didik dapat mengenal potensi budayanya sendiri, dapat mengembangkan potensi budaya, serta dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya (berwirausaha), (Nasution, 2004).
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam implikasi antropologi, adalahsebagai berikut : (Koentjaraningrat, 1990).
Identifikasi kebutuhan belajar masyarakat
Identifikasi kebutuhan masayarakat  bersumber dari informasi masyarakat sekitar. Hal ini bertujuan guna mendapatkan informasi dan data yang dapat dijadikan bahan pengembangan kurikulum.
Keterlibatan partisipasi masyarakat
Setelah mengidentifikasi mengenai kebutuhan belajar, maka masyarakat ikut serta dalam hal merancang kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, menentukan narasumber sebagai fasilitator, dan ikut dalam menilai hasil belajar.
Pemberian pendidikan kecakapan hidup
Hal ini merupakan pendidikan dalam bentuk pemberian keterampilan dan kemampuan dasar pendukung fungsional, membaca, menulis, berhitung, memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi.(Koentjaraningrat, 1990).
Pembahasan
Pengertian Pendidikan, Antropologi Pendidikan dan Kurikulum
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapatmengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan,emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Antropologi Pendidikan
Antropologi merupakan studi ilmiah manusia dan banyak budaya yang berbeda-beda.Antropologi pendidikan adalah cara memeriksa sistem pendidikan dari sudut pandang antropolog budaya.
Kurikulum
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu"
Pendidikan Bermutu dan Strategi Peningkatannya
Pendidikan bermutu ialah pendidikan yang bisa mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan juha peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Disisi lain, dapat mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan juga bertanggung jawab. Pendidikan sendiri memuat tiga fase, yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan. Misi guru dalam melaksanakan pendidikan berubah dari menciptakan lulusan hanya untuk dunia industri menjadi lulusan yang siap untuk menghadapi pekerjaan yang mengutamakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini bisa diartikan bahwa guru diharuskan mampu untuk mempersiapkan semua anak didik agar berkemampuan pikir yang meliputi kemampuan menemukan masalah, menemukan, mengintegrasikan, dan mensintesis informasi, menciptakan solusi baru, dan menciptakan kemampuan siswa dalam hal belajar mandiri dan bekerja dalamkelompok. Selama ini para peserta didik dalam belajar selalu disuapi dan diwajubkan untuk menghafal pelajaran tanpa harus diberi kesempatan guna mengembangkan kemampuan dalam dirinya. Keterpurukan pendidikan bangsa kita saat ini masih bisa diperbaiki dengan beragam cara yang tentunya harus ada dukungan positif dari berbagai pihak. Baik itu dari pihak yang paling kecil sampai ke pihak yang lebih besar, seperti keluarga, lingkungan sekitar sampai dukungan dari pemerintah.
Berikut contoh peningkatan kualitas pendidikan :
Membangun Sinergi Antar Pelajaran (integrated-curriculum)
Proses penanaman nilai-nilai akhlaq ataupun budi pekerti pada lingkup sekolah dasar hingga sekolah tingkat menengah akan berjalan efektif apabila terdapat korelasitas, koneksitas, dan hubungan sinergis antara pendidikan agama dengan pendidikan mata pelajaran lainnya. Ini berarti nilai-nilai akhlak atau budi pekerti tidak wajib dibingkai dalam suatu wadah pelajaran Pendidikan Agama maupun PPKn, namun, disisi lain dapat juga diintegrasikan dalam mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia, bidang kesenian, dan lain sebagainya dengan penekanan, dan ruang lingkup yang lebih mendalam.
 Mencengah Dampak Negatif
TV swasta sangat diharapkan guna memberikan pencerahan budaya sekaligus pencerdasan melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif, dan akurat. Namun tak dapat dipungkiri, bahwa  kehadiran beberapa TV swasta yang baru semakin mempertajam tingkat kompetisi bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai konsekuensinya, para awak TV swasta yang ada, baik pemain lama atau baru harus memutar otak untuk memilih sekreatifitas cara jitu dalam menggaet pemirsa. Secara logisnya, jika mereka berhasil merebut simpati penonton secara luas maka sejumlah iklan akan masuk.
Kurikulum dalam Budaya Masa Kini
Budaya sekolah mempunyai bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah satunya ialah bentuk budaya guru yang menggambarkan tentang karakeristik pola-polahubungan guru di sekolah. Hargreaves (1992) telah mengidentifikasi lima bentuk  budaya guru, yaitu :
Individualism
Budaya dalam bentuk ini ditandai dengan adanya sebagian besar guru bekerja dengan cara sendiri-sendiri (soliter), mereka menjadi tersisolasi dalam ruang kelasnya, dan hanya sedikit kolaborasi, sehingga kesempatan pengembangan profesi melalui diskusi atau sharing dengan yang lain menjadi lebih terbatas.5
Balkanization
Bentuk budaya yang kedua ini ditandai dengan adanya sub-subkelompok secara terpisah yang mana cenderung saling beradu dan lebih mengutamakan kelompoknya daripada mengutamakan sekolah secara keseluruhan. Contohnya misal, hadirnya kelompok guru senior dan juga guru junior maupun kelompok-kelompok guru berdasarkan mata pelajaran. Pada budaya ini, komunikasi kurang terjadi dan kurang terdapat kesinambungan dalam memantau dalam hal perkembangan perilaku siswa, bahkan cenderung mengabaikannya.
Contrived Collegiality
Bentuk budaya yang ketiga ini sudah terjadi kolaborasi yang mana ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan prosedur perencanaan bersama, konsultasi dan juga pengambilan keputusan, serta pandangan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Bentuk budaya ini tentulah sangat bermanfaat untuk periode awal dalam hal membangun hubungan kolaboratif para guru. Oleh karena demikian, belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena guna membangun budaya kolaboratif  tidak bisa jika melalui paksaan.
Collaboration
Dalam budaya kolaboratif ini, guru bisa untuk memilih dengan cara bebas dan saling mendukung dengan didasari rasa saling percaya dan adanya sikap keterbukaan. Dalam budaya kolaboratif terdapat saling keterkaitan (intermixing) antara kehidupan pribadi dengan tugas-tugas profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas perbedaan. Moving Mosaic. Pada model ini sekolah sudah memperlihatkan karakteristik seperti apa yang disampaikan oleh Senge (1990) tentang "learningorganisation". Para guru sangat fleksibel dan adaptif, semua guru mengambil peran, bekerja secara kolaboratif dan reflektif, serta memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan.
Kurikulum untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah
Kurikulum tidak bisa jika berubah terlalu banyak, karena perubahan yang terlalu radikal akan melemahkan hubungan antara berbagai kelompok umur yang dididik dengan mata kajian/mata pelajaran yang berbeda. Dalam hal ini, satu dari kekuatan utama yang dapat mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya mendorong perubahan pada kurikulum ialah science dan penggunaannya dalam teknologi. Sekolah pada umumnya, sekarang mendidik anak didiknya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti akan terjadi dalam masa hidup meraka. Sebagaimana dikatakan Margaret Mead, "Tidak seorangpun akan menjalani semua kehidupannya di dunia seperti waktu ia dilahirkan,dan tidak seorangpun akan mati di dunia seperti waktu ia bekerja ketika ia dewasa".
Kurikulum Menurut Kaum Progresif
Usul golongan progresif adalah dengan menggunakan pendekatan sekolah tingkat dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore Brameld, telah mengutarakan, bahwasanya kurikulum harus ditujukan kepada hubungan-hubungan manusia dalam tiga bidang budaya yaitu famili, sex, dan hubungan orang demi orang. Yang kedua, agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, dan yang ketiga, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan keseluruhan kebudayaan. Apabila suatu program harus lebih terintegrasi daripada kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi yang luas dari suatu kebudayaan.
Kurikulum Menurut Kaum Konservatif
Menurut kaum konservatif, menyelaraskan anak terhadap suatu perubahan dengan menggunakan sebuah fokus pada beragam masalah masa kini memiliki bermacam kelemahan,  antaranya, menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan bukan pada prinsip-prinsip bagi menentukan apa yang berharga dipelajari dari kebudayaan. Akhirnya, dengan menjadikan sekolah sebagai "sebuah forum bagi diskusi isu-isu masa kini", sekolah akan membuka dirinya bagi tekanan-tekanan berbagai kelompok kepentingan yang bersaingan. Fungsi daripada sekolah yang sebenarnya ialah guna membantu orang muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah ketika menganalisanya dan menyusun strategi guna menghadapi beragam elemen.
Pengaruh Antropologi Pendidikan terhadap Pendidikan yang Bermutu
Mutu dan relevansi suatu pendidikan memang menjadi suatu masalah terbesar bagi pendidikan di Indonesia. Diketahui bersama, bahwa lamanya waktu belajar tidak serta merta akan membuat seseorang memahami apa yang telah dipelajarinya. Manusia ialah makhluk yang bisa dikatakan kreatif dalam segala hal dan mempunyai pemikiran dan tingkah laku yang senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, antropologi manusia atau kebiasaan manusia yang baik akan sangat berpangaruh sisi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan terlebih di Indonesia khususnya.
KESIMPULAN
Tujuan dari suatu pendidikan yang baik ialah tidaklah hanya sebagai mengisi ruang-ruang imajinasi dan juga pada intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan pada aspek kecerdasan emosi. Namun,  lebih ke hal mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan dan makhluk sesama guna pencapaian yang lebih besar bagi suatu kekekalan. Berhasil ataupun tidaknya pelaksanaan suatu kurikulum bisa dikatakan sangatlah bergantung pada guru. Karena apa? Sebab, ditangan guru lah kompetensi minimal yang telah ditetapkan harus dijabarkan ke dalam bentuk silabus dan juga dalam bahan ajar. Suatu kurikulum yang dilaksanakan di suatu sekolah memberikan pengaruh pada intelegensi para siswa. Maka dari itu, apabila kurikulum di suatu lembaga pendidikan sesuai dengan bagaimana keadaan siswa, sesuai lingkungan sekitar dan sesuai dengan segala aspek yang terkait, maka minimal siswa-siswanya akan menjadi lebih kritis dalam menghadapi suatu permasalahan, dan dengan berakhir akan  pendidikan di sekolah tersebut yang lebih bermutu tentunya. Mengenai peran bidang antropologi dalam hal mengembangkan kurikulum yang mana berguna menghasilkan pendidikan yang bermutu, dengan hal itu, disini dapat disimpulkan bahwa peran antropologi sudah terlihat dengan yang mana memberikan penjelasan tentang kebiasaan yang positif kepada anak. DI lingkup sekolahan pada pelajaran bidang agama, seorang guru harus mengajarkan terhadap anak didiknya mengenai sopan dan santun terhadap kedua orangtua. Satu contoh misal,  bersalaman dengan kedua orangtua ketika anak hendak berangkat sekolah. Dilengan begitu, di kehidupan sehari-hari anak sudah  terbiasa bersalaman dan meminta izin ketika anak hendak pergi. Dalam hal ini,  terlihat sisi pendidikan yang bermutu yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline