Lihat ke Halaman Asli

Menyingkap Hikmah "Pertemuan Saya dengan Prof.Dr. Ryaas Rasyid"

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertemu langsung dengan tokoh idola adalah impian setiap manusia. Baik dia orang kaya maupun miskin, baik di pejabat maupun rakyat jelata, baik di kota maupun di desa sama. Misalnya, bagi para pencinta hasil karya SLANK (Slankers) tentunya akan teriak histeris ketika TOA mushollah di kampungnya mengumumkan kedatangan grup band legendaris , Kaka dkk. Kalo sampe kejadian, mungkin semua Mau minta tanda tangan, minta foto bareng, pokoknya semuanya, bahkan mau curhat tentang nasib rakyat yang terlanjur miskin biar dijadiin lagu yang bisa buat Pak Presiden nangis-nangis dan akhirnya nambahin budget uang saku praja (ups,…subsidi rakyat maksudnya). Mungkin saking senengnya tanda tangan pak imam jg dikirain tanda tangan Kaka..hahah.nah, Bagi Mahasiswa Kedokteranmungkin sangat ingin bertemu dengan Father ilmu kedokteran Ibnu Sina (di surge kali ya) terus nanyain langsung obat AIDS yang sampai sekarang belum ditemukan sama orang pintar (dukun kali, heheh) di seluruh dunia. Bagi mahasiswa social yang doyan menelan teori-teori Bapak Selo Soemardjan tentunya memiliki cita-cita yang sama kelak berjumpa langsung dengan beliau (yakin banget sih..).

Nah, gimana dengan kami mahasiswa Pemerintahan?

Mungkin belum banyak yang tahu para founding fathers pemerhati ilmu pemerintahan di Indonesia. Mereka yang tidak lagi diragukan kualitasnya terus menelorkan karyanya buat negeri ini yakni Prof. Dr. Taliziduhu Ndaraha, Prof. Dr. Muchlis Hamdi, M.P.A., Ph.D, Prof. Dr. Djoehermansyah Djohan, Prof. Dr. E. Koswara, Prof. Dr. Ngadisah, Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Dr. Andi Mallarangeng, Dr. Made Suwandi, Dr. Cecep Effendy, Drs. Inu Kencana Syafei, M.Si, Dr. Aziz Haily, M.A .

And last but not least Salah satu founding fathers pemerhati ilmuPemerintahan yang saya idolakan adalah Prof.Dr. Ryaas Rasyid, M.A.Walah, mendengar namanya saja saya sudah membayangkan hal- hal bahagia yang dapat saya lakukan bersama Beliau (lebay tingkat tinggi ). Alumni APDN Makassar tersebut sekarang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, nggak kebayang sibuknya dan kalaupun saya mendapat doorprise bertemu beliau, tetap saja jawabannya sulit untuk menjumpainya. Untungnya mimpi siang bolong saya itu menjadi kenyataan, tepatH-3 ultah saya (kado terindah dr lembaga nih) . hari ini , Bapak bersedia hadir di kampus kami. Bagi praja yang lain kedatangan orang sekaliber Pak Ryaas mungkin hal yang lumrah di Kampus IPDN, toh mereka yang di atas sana rata-rata pengajar tetap di IPDN kampus Pusat, tapi untungnya saya masih waras dan tersadar “INI MAKASSAR” kapan lagi bisa nanyain langsungsama ahli UUOtonomi Daerah segala hal tentang pemerintahan, materi kuliah yang membuat kepala saya botak ngapalin desentralisasi, dekonsentrasi, sentralisasi, hak asasi, imunisasi (lho kok, ah puyeng) .pokoknya Itu lho, Undang- undang yang kadang disalah artiin para Bupati/Walikota yang over “Kreatif” menjadikan uang OTONOMI menjadi Automoney . buat rakyat nangis darah karena nggak bisa beli beras.

kesempatan nggak datang dua kali”,pikir saya. Untungnya, saya memiliki saudari2 yang berprinsip (baca:senasib) sama, melihat pesiar dari kacamata yang sama…”pesiar nggak pesiar sama saja, yang penting hati bisa selalu tersenyum... Terimakasih saudariku, kalian selalu menjadi kayu bakarnya dan aku apinya (troublemaker), hahahhaha.

Seperti biasa, ketika jarak dan waktu memisahkan sebuah hubungan maka hal yang paling indah adalah mengenang kenangan indah bersama. Meski angkatan saya terpaut jauh dari beliau namun karena satu almamater, maka kisahnya tetap senasib. Indah untuk dikenang, tapi tidak untuk diulang.

“dulu, ….” Beliau mulai berkisah. Sesekali di selingi tawa praja setelah mendengar kisah beliau, dibubuhi dengan teori pemerintahan dan tips- tips kepemimpinan menjadikan hari ini begitu bermanfaat dan penuh makna. Begitu banyak ilmu yang beliau berikan hari ini. Salah satunya tentang teori baru beliau mengenai pergerakan PNS yang harus menggerakkan system yang rusak. Berani menggerakkan system demi sebuah keadilan dan kesejahteraan rakyat merupakan hal yang bertentangan dengan budaya birokrasi selama ini.

“di beberapa tempat, pemerintahan yang dijalankan seorang kepala daerah sering terkendala karena system yang dijalankan bukan berdasarkan kualitas dan asas profesinalisme tapi like or dislike, akhirnya birokrasi makin rusak. Harapan saya, dan ini menjadi teori baru saya bahwa nantinya adik-adik harus berani menggerakkan system.” Ungkapnya.

Sesi yang paling saya nanti, Tanya jawab….

“ini waktunya mengakhiri kedodolan saya mengenai otoda dan otsus”.

Diawali dengan saran dari Madya Praja mengenai penyediaan Labaratorium Pemerintahan dan beralih ke saudari saya Eny yang mempertanyakan kejelasan system pengajaran. Detik-detik paling menentukan ketika tanda- tanda ucapan Bapak yang akan segera berakhir. saya mencium gejala kurang menguntungkan. Harapan saya akan berakhir, kertas yang menjadi catatanya dilipat kecil. Dimasukkannya ke dalam saku kemeja putihnya. Selanjutnya… oh, tidak.. ia menutup balpointnya. Seketika itu juga saya berdoa. harap- harap cemas, namun yakin.

“ya Allah , Engkau kuasa akan hati manusia, Engkau kuasa membolak-balikkan hati manusia, ku mohon beri saya kesempatan menambah ilmu hari ini.” Belum berakhir beliau bercerita setiap gerakan kecil dari Pak Ryaas saya awasi, tak ada jalan lain, beranikan diri untuk mengangkat tangan, 3 senti lebih tinggi dibanding kepala botak adik tingkat saya.” nggak sopan.percuma”, batin saya. Saya turunkan. Beliau masih lanjut berbicara hingga belaiu berkata “ saya sudah mau pulang, tapi saya kasian jika harus meninggalkan gadis manis dibelakang sana(fitnah ni, hahha), silahkan”.

“izin mem..per..kenal…kan diri, na..ma.. Ni..la… , asal…Sultra….”. terdengar jelas. Semua mata tertuju pada saya, Pak Direktur, dosen-dosen, rekan dan adik tingkat. Sindrom kampungan ini tiba2 menyerang. Wah, bisa pingsan jg nih..

“Tarik nafas, pelan..jangan pingsan”

“suatu kesempatan emas bisa berbicara langsung kepada Bapak…

“izin bertanya…bla bla bla bla bla bla(dan semuanya menjadi terang, seperti di surga)”. Pertanyaan pun dijawab Beliau dengan begitu jelas. Wah, kalo begini semua dosen, saya bisa dapat nilai A untuk ilmu pemerintahan (nyalahin dosen karena kedodolan sendiri,hahaha). Pertemuan pun berakhir.

Tapi, tidak! masih ada yang belum kesampaian, foto bareng wajib nih. Lumayan nambah koleksi foto bareng tokoh idola. Tapi Bapaknya udah masuk ruang direktur. Ah, apa sih yang nggak mungkin. Kapan lagi? Kata kunci yang slalu menjadi penyemangat , slalu maju “kapan lagi”. Waktunya melobi ajudan beliau…dan seperti gambar disamping… inilah hasil kebahagiaan sang pemuja kepada tokoh idolanya. Saya merasakan kebahagian yang sangat, hal yang sama dirasakan oleh saudariku yang lain.

lalu Mengapa sebahagia ini? Pertanyaan itu terus bergemuruh di otak saya. selasai Ba’da Ashar , kami mendengarkan bacaan taklim. Tapi, saya tidak. Saat itu Jasad saya berada di Musholla Tanpa Nama namun, pikiran saya terus menelusuk mencari jawaban. Bahkan salam pemateri pun tidak lagi saya dengar. Kepala saya benamkan ketumpukan sajadah, berharap mendapat jawaban. Wah nggak konsen, sajadahnya belum di laundry sih. Tarik napas. wah, ini bahaya. Bagaimana tidak? kebahagiaan ini datang karena saya telah berhasil bertemu langsung dengan tokoh idola saya.

Astaghfirullahaladhzim, begitu bahagianya hamba bertemu dengan Prof. Ryaas Rasyid. salah satu makhluk ciptaan-MU, ya Allah. yang bagi saya mungkin perfect dengan segala kecerdasannya. Saya tersentak, bagaimana bisa kebahagiaan ini begitu tinggi hingga menyentuh ke lantai kepuasaan, standar tertinggi keinginan manusiawi. Ini baru berhadapan dengan ciptaan- Mu. Lalu bagaimana kelak, jika saya yang lemah ini Bertemu Sang Pencipta tokoh idola saya. apakah saya akan lebih bahagia dari ini ataukah malah akan menangis penuh penyesalan dan ratapan? wallahu A’lam bissawab….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline