Lihat ke Halaman Asli

Nia Rahman

In Communication We Trust

Ulos

Diperbarui: 7 Mei 2023   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari rumah Ulos dipakai di sampirkan di bahu. Laporan foto dari sekolah, jadi seperti ini hahaha...


Minggu lalu, saat peringatan Hardiknas, 2 Mei 2023 , Alif  (kelas 2 SD) harus mengenakan pakaian adat ke sekolah. Seperti biasa, dia selalu semangat dengan hal-hal baru, juga dengan rencana ke sekolah dengan pakaian adat tersebut. Alhasil pertanyaan-pertanyaan Ajaib seputar baju adat terlontar dan sedikit bikin mandeh pusing mencari jawabannya. Apa itu baju adat, kenapa harus pakai baju adat, nanti Alif pakai baju adat apa, Alif ada baju adat?


Upss...tenang boy, mari kita bongkar lemari!


Malam itu, kami membongkar lemari 'wardrobe' hasil perjalanan mandeh keliling Nusantara. Saya tunjuk tumpukan kain warna warni dan menyuruh Alif memilih mana yang dia suka. Setelah berfikir sejenak, tangan mungilnya menarik sehelai kain berwarna merah dengan kombinasi benang emas: ULOS.


"Mau yang ini, ini baju adat apa?"

Selanjutnya adalah sesi story telling dengan bantuan mbah Google. Kenapa harus pakai mbah Google? Karena pengetahuan mamak sebenarnya juga cuma alakadarnya, sekedar tahu Ulos adalah tenun khas suku Batak. Sementara pertanyaan si bocil pasti berbuntut seperti kenapa..kenapa ..dan seterusnya. Disamping dia juga selalu ingin lihat gambar-gambanya.


"Ini namanya kain Ulos, kain tenun orang Batak. Orang Batak itu suku yang asalnya ada di Sumatera Utara, dekat Sumatera Barat -- kampung Alif. Kain Ulos biasanya dipakai di acara-acara adat seperti pesta, jenisnya juga macam-macam tergantung dipakainya untuk apa, dan ada artinya juga setiap jenisnya itu. Biasanya kain ulos itu dikasihkan untuk seseorang, karena itu kain ulos itu punya makna kasih sayang, karena kita kasih pasti untuk orang yang kita sayang,"


Demikian kira-kira cerita sederhana saya, meskipun diluar itu sebenarnya banyak pertanyaan-pertanyaan absurd yang saya butuh beberapa menit memikirkan jawabannya. Misalnya "kain ulos itu berteman dengan orang Melayu?" atau "mama pernah pakai kain ulos ke pesta" dll


Keesokan harinya, sepulang sekolah, Alif dengan semangat cerita ia dapat hadiah dari Bu Guru karena bisa cerita tentang Ulos. Saya tanya memang Alif cerita apa? "Alif bilang pakai baju Adat orang Batak. Tapi Alif bukan orang Batak. Tapi  Alif tidak punya teman orang  Batak ma, soalnya cuma Alif yang pakai Ulos Batak, adanya teman-teman pakai baju melayu sama Betawi... dst"


Agak random sih ceritanya yaa , tapi saya pikir cara ini adalah starting point yang bagus untuk mengatasi gap antara generasi terdahulu dengan generasi milenial ataupun generasi yang lahir sesudahnya, yaitu dengan lebih banyak bercerita tentang akar budaya namun dengan cara yang lebih sederhana dan memanfaatkan hal-hal yang ada di sekitar kita. Sebisa mungkin, saya mendekatkan keluarga dengan menjadikan akar cultural ini sebagain bagian dari keseharian kami. 

Misalnya kain  kain-kain Nusantara, selain sekedar disimpan di lemari, beberapa kami gunakan sehari-hari seperti selimut buat kruntelan Alif di mobil, sebagai sarung atau bawahan saya kenakan di acara-acaraformal, bahkan sepasang tenun asal Sumba saya jadikan gorden di salah satu sudut rumah. Tidak kalah aesthetic juga dengan produk-produk kekinian :) 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline