Lihat ke Halaman Asli

Regulasi Afeksi Diri Mahasiswa PPGT-USD

Diperbarui: 25 Juli 2015   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Regulasi Afeksi Diri Mahasiswa PPGT-USD

Setiap orang menginginkan kehidupan yang teratur, aman dan nyaman. Seringkali orang tidak menyadari jika perasaan/feeling dapat mempengaruhi sebagian besar kegiatan rutinitas seseorang ketika bekerja, belajar, dan bersosialisasi. Perasaan senang-tidak senang, suka-tidak suka, dan perasaan lainnya ternyata akibatnya sangat besar, khususnya mahasiswa akan terlihat perasaannya ketika kuliah, adakalanya senang dengan mata kuliah tersebut maka ia akan bersusaha untuk mendengar, bertanya ketika tidak paham, ceria sebaliknya jika dia tidak senang dengan mata kuliah tersebut maka dia akan sibuk dengan urusannya sendiri,seperti facebookan, tidur, dan tidak bersemangat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Concilianus Laos Mbato, M.A; Galih Kusumo, SPd.,M.Pd, dan Rusmawan, S.Pd.,M.Pd terhadap sampel 35 orang mahasiswa PPGT-USD terkait dengan Regulasi Afeksi Diri (perasaan) ternyata sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan perkuliahan di kampus. Penelitian tersebut dilakukan selama satu semester dan dalam pelaksanaannya Dr.Concilianus, dkk membagikan kuesioner berkaitan bagaimana perasaan mahasiswa dalam berkehidupan di kampus dan mata kuliahnya kepada 35 orang mahasiswa PPGT-USD di awal semester dan diakhir semester ternyata memiliki hasil yang sangat berbeda, pada awal semester hasil penelitiannya adalah 4,42% dan akhir semesternya meningkat menjadi 4,64% dari skala 5. Penelitian tersebut dilakukan baik secara kualitas dan kwantitas ternyata dari total hasil penelitiannya terkait dengan regulasi afeksi diri kususnya Mahasiswa PPGT-USD ternyata kebanyakan mahasiswa mengalami kesulitan pada mata kuliah eksakta.

Kesulitan besar yang ditemukan dalam penelitian tersebut menjadi sebuah tekanan bagi setiap mahasiswa ketikan belajar seperti hitung-hitungan khususnya matakuliah Matematika, IPA dan sebagainya. Pada setiap refleksi yang dibuat oleh mahasiswa ternyata jatuh pada matakuliah eksakta, dan hal tersebut disebabkan karena pendidikan dasar yang diperoleh sebelumnya belum mampu membelajarakan pelajaran yang menyenangkan dan kreatif sehingga berakibat buruk pada mahasiswa ketika belajar, ada mengatakan bahwa “pada saat ada tugas berkaiatan dengan eksakta saya malas mengerjakan, lebih mengutamakan yang lain, melihat tayangan televisi daripada mengerjakan tugas tersebu”t, ada juga yang mengatakan “jika mendengar mata kuliah atau mengkuti mata kuliah yang berbau eksakta saya sudah malas” nah, berdasarkan refleksi yang ditemukan dalam penelitian tersebut ternyata berkaitan dengan perasaan. Dari hasil refleksi di akhir semester, ternyata mahasiwa banyak yang menuliskan bahwa “saya senang dengan matakuliah eksakta karena menarik, menyenangkan, menantang”. Dari hasil refleksi ternyata perasaan itu bisa diperbaiki.

Kesempatan tersebut juga peneliti mengajak mahasiswa untuk mampu mengelola, mengatur, dan menata bagaimana seseorang mengelola hidupnya menjadi lebih baik. Penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui berapa besar semangat mahasiswa PPGT dari daerah 3T (terdepan, terluar, dan terbelakang) yang sedang belajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menjadi agen-agen anak muda yang turut serta mencerdaskan Indonesia di bidang pendidikan, regulasi diri pada intinya adalah bagaimana seseorang mampu mengatur dirinya dalam beraktifitas misalkan, kapan dia akan belajar, kapan dia akan tidur, kapan dia akan berolahraga dan lainnya. Nah, jika di refleksikan ternyata perasaan itu dapat membantu seseorang melakukan tindakan.

Perasaan itu dapat di perbaiki jika seseorang mampu mengelola emosionalnya dengan baik, bagaimana ia bertindak, bagaiamana ia melakukan sesuatu, bagaimana ia memandang dengan berbagai ribu pikiran yang positif. Sebab, orang ikiu-nya bagus (pintar, cerdas) tak akan berbuat apa-apa jika ia tidak mampu mengelola ekiu-nya (emosional)dengan baik, maka terkadang orang yang sukses itu tidak di lihat dari ikiunya melainkan dari ekiunya. Selain itu, Dr. Concilianus juga menyebutkan bahwa regulasi afeksi diri tidak hanya dari diri seseorang melainkan dari lingkungan juga. Jika lingkungan memiliki nilai-nilai positif maka seseorang mestinya memiliki afeksi yang positif juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline