Berbelanja Masalah, Hanya Di Awal Masa Jabatan
Di awal masa jabatan, setiap pejabat pasti memiliki motivasi yang sangat tinggi untuk mewujudkan janji kampanye.
Santer terdengar bahwa gonjang-ganjing pelantikan kepala daerah dari pemilukada (pemilihan umum kepala daerah) serentak pada 2024 lalu masih maju mundur (~cantik). Sempat ditetapkan hari ini, 6 Februari 2025. Lalu kemudian diundur, menunggu semua hasil perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Kita tunggu saja kepastiannya.
Meski belum ditetapkan, para kepala daerah yang sudah merasa menang, setidaknya berdasarkan hasil pemungutan suara yang final, sudah mulai membiasakan diri layaknya pejabat. Sebelum dilantik, mereka sudah mengumpulkan tim untuk melakukan transisi kepemimpinan.
Ada yang blusukan ke daerah-daerah, menemui warga, menampung aspirasi. Sudah muncul dalam setiap kegiatan-kegiatan sosial. Sudah ikut acara-acara peresmian, mendampingi pejabat yang kunjungan, dan masih banyak lagi.
Secara de facto, mereka memang sudah dianggap sebagai pemenang. Namun, secara de jure, tetap harus sabar menunggu keputusan MK, yang menurut undang-undang, bersifat final dan mengikat. Lagian, kita kan negara hukum. Menjunjung supremasi hukum.
Dengan alasan berbelanja masalah, para kepala daerah terpilih, seolah-olah tidak mau pusing dengan gonjang-ganjing di MK. Mereka pun, selayaknya sudah menjadi pejabat definitif, tidak mau ketinggalan untuk membuat gebrakan di awal.
Bisa setuju, bisa tidak. Kebiasaan berbelanja masalah di awal jabatan, memang baik untuk dilakukan. Setidaknya, ketika sudah dilantik, tidak menghabiskan waktu untuk memetakan kondisi wilayah bersama atribusi masalah yang menyertainya. Apalagi belum punya kandidat calon-calon pejabat yang akan membantu di dinas/badan yang dibawahinya.
Contohnya, bagaimana gubernur terpilih di provinsi Jawa Barat sudah bisa mengetahui warisan beban utang yang harus ditanggung pemerintahannya nanti. Sambil berkelakar, demi pembangunan, pemerintah harus membayar utang tersebut. Bagaimana ujungnya, kita lihat saja. Toh, ini kan masih awal masa jabatan. Harus terlihat sangat berkesan.
Di level global, kebiasaan berbelanja masalah juga ditunjukkan oleh presiden dunia, eh presiden sebuah negara adidaya. Jauh sebelum dilantik, dengan gaya layaknya cowboy, dia akan segera mengambil langkah-langkah yang strategis. Dan benar saja, sesaat setelah dilantik, presiden tersebut sudah menandatangani instruksi presiden (executive orders), yang disinyalir lebih dari seratus.
Gebrakan di awal, masih di hari pelantikan, sudah menggemparkan dunia. Kebanyakan orang terheran-heran, kaget tak ketulungan. Tidak hanya membuat kebijakan baru, instruksinya pun ada yang membatalkan kebijakan kepemimpinan sebelumnya. Tanpa ewuh pakewuh. Uniknya lagi, beberapa pemimpin negara yang nge-fans, sudah mulai ikut-ikutan.