Lihat ke Halaman Asli

Sudah Sering Ikut Acara Adat, Masih Tetap Harus Belajar

Diperbarui: 6 Juli 2024   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prosesi adat/budaya (dokumentasi pribadi) 

Keanekaragaman budaya Indonesia patut kita syukuri. Jangankan antar pulau dan etnis. Internal etnis saja bisa beranekaragam. Apalagi kemudian dipecah lagi menjadi sub etnis. Lalu ditelusuri sampai sub bagian, yang bisa-bisa dibutuhkan pendekatan limit menuju tak hingga. 

Keanekaragaman seringkali menuntun kepada kesalahpahaman. Apalagi bila terjadi benturan. Contohnya, pertemuan sejoli yang berencana menikah, namun berasal dari dua etnis yang berbeda, Jawa dan Batak. Masing akan membawa adat istiadatnya. Kalau kedua pihak keluarga tidak mencoba memahami satu sama lain, ya jadinya salah paham. 

Ibarat kerukunan umat beragama, di sini kita perlu juga mengadopsi tri kerukunan umat berbudaya. Pertama, kerukunan intern budaya, kedua kerukanan antar budaya, ketiga kerukunan antara umat berbudaya dan stakeholders (tidak hanya pemerintah, termasuk di dalamnya kelompok/komunitas-komunitas di luar ikatan budaya). 

Kerukunan intern budaya ini, kalau di etnis Batak pun bisa dibagi lagi. Intern sub etnis Toba/Karo/Simalungun/Pakpak/Mandailing/Angkola. Intern sub etnis masih bisa dipecah lagi, misalnya intern marga. Intern marga masih bisa dipecah lagi, misalnya intern marga pada suatu kampung. Dan seterusnya. 

Dalam hal etnis Batak, rumitnya kondisi tersebut yang membuat tidak adanya pakar adat/budaya. Setiap ada acara adat, semua  hal yang berkaitan dengan pelaksanaannya perlu didiskusikan bersama. 

Setidaknya, selalu tersedia ruang diskusi/musyawarah menjadi untuk mencapai kesepahaman. Dan, ruang diskusi tersebur merupakan ruang yang egaliter. Semua memiliki kedudukan yang sama. Punya hak bicara/berpendapat sesuai pemahaman/pengalaman/bahkan keinginan yang mungkin spesial. 

Ini pelajaran yang sangat penting saya dapatkan hari ini. Meski sudah ikut beberapa kali pesta adat/budaya, baik yang melibatkan internal, antar, bahkan berurusan denga pihak di luar atau stakeholders tadi. Namun, terasa masih harus belajar dan tidak perlu berkecil hati bila melakukan kesalahan. 

Perasaan kita ketika melakukan kesalahan, memang bisa berbeda-beda. Bagaimana lingkungan sekitar, tentu sangat mempengaruhi. Ketika orang lain menyatakan ada kekurangan, namun memberikan motivasi untuk tetap tenang, bisa menjadi respon yang sangat dibutuhkan. 

"Tidak apa-apa, kesempatan berikutnya bisa diperbaiki lagi," mungkin terdengar klise tetapi bisa menenangkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline