Lihat ke Halaman Asli

Efek Jokowi, Berpengaruh terhadap Gibran?

Diperbarui: 2 November 2023   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kemunculan Jokowi di panggung nasional secara gamblang bisa diterima oleh berbagai pihak. Mengapa tidak? Jokowi membangun karir dari seorang pekerja, beralih menjadi pengusaha. Kesibukan dalam usaha membawa Jokowi bersinggungan dengan kekuasaan pemerintah, sebagai otoritas yang menaungi keseluruhan aktivitas warga negara.

Dari pengusaha, Jokowi kemudian dipercaya menjadi Walikota Surakarta, selama 2 periode, dengan dukungan yang sangat besar dari masyarakat. Kepemimpinan Jokowi di Surakarta membawanya ke DKI Jakarta pada tahun 2012. Dari situlah, Jokowi mencapai puncak kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia sejak tahun 2014.

Sudah periode kedua Jokowi, sejak 2019 hingga kini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi mencapai hingga sembilan puluh persen, menurut hasil survei Denny JA. Ini menunjukkan bahwa, setuju tidak setuju, kepemimpinan Jokowi memberikan dampak yang bisa dirasakan di masyarakat, khususnya pembangunan infrastruktur.

Dengan melihat sekilas perjalanan Jokowi yang memulai kepemimpinannya sejak di Surakarta hingga menjadi pemimpin negeri ini dan bahkan dikenal di mancanegara menunjukkan bahwa sosok Jokowi memang memiliki kualitas kepemimpinan yang mantap. Boleh tidak setuju, Indonesia saat ini menjadi pusat perhatian dunia karena adanya pemimpin seperti Jokowi. Jokowi disebut sebagai pemimpin yang berasal dari rakyat.

Sampai di situ, kita bisa merasakan efek Jokowi, sebagai pemimpin yang berasal dari rakyat, membangun karir dari bawah, namun bisa menunjukkan kualitas kepemimpinan yang baik. Setidaknya, hasil survei menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi.

Lalu, bagaimana dengan dinamika yang terjadi belakangan ini? Jokowi menjelang turun tahta, meski tetap berupaya fokus bekerja, tetap sesekali menggapil untuk urusan suksesi. Bisa jadi, dengan segenap kekuasaan yang masih ada dalam genggaman, Jokowi harus mengambil langkah untuk memastikan keberlanjutan program. Ini tentu sangat baik.

Namun, bagaimana kalau ternyata, cawe-cawe yang sedang dilakukan muncul karena sadar bahwa nikmatnya kekuasaan sudah mulai menjadi candu. Atau mungkin dengan segenap dukungan para pengabdi yang di sekitarnya, yang turut merasakan limpahan candu kekuasaan, memberi masukan kepada Jokowi untuk melanggengkan kekuasaan, dengan berbagai cara.

Nah, efek Jokowi ini yang kita singgung sebelumnya kemudian menjadi berbeda. Banyak kalangan melihat bahwa efek Jokowi yang berhasil mengundang simpati publik itu, bisa dimanfaatkan sebagai lumbung suara untuk melanggengkan kekuasaan, atau di masyarakat bergulir dengan sebutan dinasti politik.

Efek Jokowi yang muncul dengan fenomenal tersebut kemudian didompleng untuk mengorbitkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, maju memasuki kancah kepemimpinan nasional. Sejauh ini, dengan segala daya upaya yang dilakukan, Gibran sudah menjadi bakal calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto.

Proses di Komisi Pemilihan Umum masih berlangsung, belum ada penetapan calon presiden dan wakil presiden yang akan berkontestasi di Pemililihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Namun, kemunculan Gibran ternyata tidak sefenomenal Jokowi.

Meski hasil survei menunjukkan adanya kenaikan elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran, namun terlihat adanya suasana kebatinan yang berbeda seiring waktu. Gibran, meski putra sulung Jokowi, harus diakui bukanlah Jokowi, pun kemunculannya di kepemimpinan nasional, jauh berbeda dengan Jokowi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline