Lihat ke Halaman Asli

Dari Rehabilitasi Owa Jawa hingga Nikmatnya Kopi Puntang Wangi

Diperbarui: 21 November 2017   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Pagi-pagi sudah ada keramaian di depan Bentara Budaya Jakarta, titik kumpul para Kompasianer yang akan berangkat ke Bogor. Waktu itu Senin (13/11), jam sudah menunjukkan jam 6 pagi, dan sudah ada beberapa yang standby di sana. Sementara, ada juga beberapa yang harus diselingi dengan drama keterlambatan. Tapi tak jadi soal lah, asal tak jadi kebiasaan untuk seterusnya, karena yang penting adalah kebersamaan.

Save Owa Jawa, begitu tulisan yang tercetak di kaos putih yang dibagikan kepada Kompasianer. Semua yang sudah menerima, dengan sigap langsung mengenakannya. Sekali lagi, ini untuk kebersamaan. Dan hasilnya kan lebih enak dilihat pas difoto, jepret!!! (Rombongan TK Cempaka sudah siap! LoL)

Kompasianer sebelum berangkat ke Bogor (dok: Niko Simamora)

Perjalanan lancar menuju Bogor diisi dengan bincang-bincang ringan di dalam bus. Adalah si Yosh Aditya, MC kondang yang terkenal seantero Kompasianer, membuka kesempatan untuk berbagi hadiah untuk mengisi kejenuhan di perjalanan, pun begitu Mbak Asita DK ikut ambil bagian untuk ikut bagi-bagi hadiah buku. Dan tak terasa, kami sudah berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ketika bis parkir di Pusat Rekreasi Lido. Hore!

Ternyata, kami masih harus melanjutkan perjalanan, namun menggunakan kendaraan khusus. Iya, benar sekali, Jip! Perjalanan dengan jarak sekitar 7 km kami tempuh dengan jip karena aksesnya yang tidak mungkin dilalui oleh kendaraan biasa. Ada lima unit jip yang akan membawa Kompasianer mengarungi medan berat menuju  Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol.

Kendaraan khusus menuju Pusat Konservasi Bodogol (dok: Niko Simamora)

Di area konservasi ini terdapat beberapa satwa yang dilindungi, terutama adalah Owa Jawa yang merupakan primata endemik Jawa Barat. Owa Jawa dibiarkan hidup bebas di habitatnya, namun karena alasan untuk pelestarian Owa Jawa yang hampir punah, di lokasi ini juga terdapat pusat rehabilitasi Owa Jawa yang dikelola oleh Javan Gibbon Center (JGC) atau Yayasan Owa Jawa.

Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah sejenis kera yang tidak memiliki ekor dengan sifat yang sangat khas yaitu monogami.Ciri utama juga terlihat dari warna bulunya yang putih dan bila berjalan menggunakan kedua kakinya, tidak seperti kebanyakan primata yang menggunakan kedua tangannya untuk berjalan. Karena sifat monogami ini, Owa Jawa sangat susah bereproduksi. Pasangannya sangat setia bahkan bila salah satu mati, pasangan lainnya akan turut mati tanpa mau melakukan perkawinan lagi.

Owa Jawa ini banyak diburu untuk diperjualbelikan maupun untuk dipelihara, sehingga jumlah individu yang ada di alam semakin berkurang dan diklasifikasikan hampir punah (endangered species). Di seluruh dunia, menurut data IUCN, diperkirakan kurang dari 4000 individu yang tersisa. Sementara di Indonesia, sudah punah di daerah Jawa Timur, hanya tersisa di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Masa hidup Owa Jawa sekitar 30 tahun, dengan masa reproduksi 3- 4 tahun. Tidak mudah untuk melakukan rehabilitasi terhadap primata ini.

Tantangan kepunahan ini menjadi concern bagi Pertamina EP Asset 3 Subang Field yang kemudian berinisiatif untuk bekerja sama dengan Yayasan Owa Jawa (YOJ) sejak tahun 2013. Kerjasama tersebut bertujuan untuk melakukan rehabilitasi dan rehabituasi Owa Jawa melalui penanaman seribu pohon pakan, sosialisasi dan edukasi di lebih dari 100 sekolah dan bagi masyarakat Gunung Puntang, serta sudah berhasil melepasliarkan (rehabituasi) 18 ekor Owa Jawa dan 2 ekor hasil reproduksi di Pusat Rehabilitasi Owa Jawa.

Owa Jawa (dok: istimewa)

Owa Jawa tersebut akan terus dipantau  keberadaannya di kawasan konservasi. Tugas pengawasan tersebut memerlukan komitmen yang tinggi. Butuh biaya yang besar dan tenaga yang banyak. Hal yang sudah dilakukan berupa pemantauan selama 24 jam, pemantauan konvensional chip GPS dan kerjasama dengan 7 lembaga masyarakat desa hutan untuk menjaga Owa Jawa yang keluar dari kawasan hutan lindung. Untuk ke depan, dibutuhkan Complete & Emergency Health Care untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi Owa Jawa.

Ketika mengunjungi pusat rehabilitasi Owa Jawa pun tidak boleh dilakukan pengunjung dalam jumlah yang besar. Ini karena sifat Owa Jawa yang sangat sensitif terhadap keadaan sekitar dan untuk mengurangi tingkat stress, sehingga tidak mengganggu proses perkawinan mereka. Ada lima orang Kompasianer yang terpilih untuk mengunjungi secara langsung dan mendokumentasikan beberapa individu Owa Jawa tersebut. Terima kasih untuk kontribusi yang dilakukan oleh Pertamina EP untuk menjaga keberlangsungan hidup Owa Jawa di Indonesia.

img-20171114-wa0037-5a13f8b85a676f21f20573b2.jpg

Rehabilitasi Owa Jawa (dok: Pertamina EP)

Keseruan visit masih terus berlanjut. Goncangan dalam jip, sesekali terjebak dalam lubang, lalu ban slip sehingga harus maju mundur, bahkan ada yang bawa oleh-oleh berupa cipratan lumpur dan kepala kejedot. Kami pun bergerak menuju Warso Farm untuk menikmati makan siang dan sajian duren yang jadi favorit hampir semua peserta. Ada juga kompasianer yang dengan alasan mencicip, bergerak ke semua meja dan menikmati satu-dua biji duren. Luar biasa! Pihak Pertamina EP  juga sempat memberikan beberapa informasi terkait program CSR lain yang dilakukan di kawasan sekitar daerah operasi Subang.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline