Lihat ke Halaman Asli

Euforia Danau Toba

Diperbarui: 7 Mei 2016   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semenjak dijadikan salah satu destinasi utama wisata, Danau Toba menjadi sebuah euforia. Sontak berbagai lapisan masyarakat seperti disetrum kembali. Ragam acara silih berganti untuk mengkultuskan danau terbesar di Indonesia tersebut. Apalagi masyarakat yang punya kenangan langsung terhadap daerah itu, seolah-olah “terpanggil darah” (mangkuling mudar) untuk bisa berpartisipasi dalam mewujudkan program pemerintah saat ini.

Salam hormat pantas dihaturkan kepada pemerintahan Jokowi saat ini, banyak program-program unggulan yang sangat menyentuh masyarakat untuk  ikut berpartisipasi. Pengembangan pariwisata yang selama ini hanya jargon, perlahan mulai diwujudkan bersama-sama dengan masyarakat.

Lalu, bagaimana respon untuk bisa menjaga semangat terbarukan ini? Sebagai generasi milenial, ide dan informasi mengalir super cepat dan berefek cepat juga usang. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat harus dijaga dengan melakukan langkah-langkah strategis.

Badan Otorita Danau Toba, sebagai bagian dari eksekutor untuk mewujudkan Danau Toba menjadi destinasi unggul harus bisa mengakomodasi mayoritas kebutuhan yang penting dan mendesak untuk dipenuhi. Orang-orang yang berada di dalamnya haruslah orang-orang yang siap berlari kencang untuk langsung bekerja. Mapan pengalaman dan pengetahuan tentang permasalahan dasar Danau Toba, dan sebaiknya adalah orang lokal yang bisa bersentuhan langsung dengan Danau Toba dan masyarakat/pemangku kebijakan di dalamnya.

Program-program yang dijalankan pun harus konsisten demi mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Danau Toba. Biarlah investor, pengusaha kelas kakap, atau siapapun yang punya kekuasaan dan kepentingan menjadi pendukung sepenuhnya, masyarakatlah yang menjadi pemain utama. Hal ini sulit, namun tidak mustahil untuk diimplementasikan.

Tokoh-tokoh masyarakat harus sering berinteraksi dengan masyarakat untuk memberi pemahaman kepada masyarakat. Kebanyakan perlawanan maupun ketidaksetujuan dari masyarakat lokal dipengaruhi oleh informasi yang tidak utuh dan mengabaikan masukan dari masyarakat.

Jeritan hati masyarakat bisa jadi adalah jeritan hati Danau Toba itu sendiri. Jangan pernah mengabaikannya. Kebanyakan program-program di Danau Toba hanya seremonial untuk menunjukkan kepedulian sesaat dan dilakukan dengan metode-metode yang mungkin tidak menyentuh hati masyarakat.

Euforia Danau Toba harus diimplementasikan dengan menyentuh hati masyarakat terlebih dahulu, lalu kemudian menyentuh pikiran yang memungkinkan masyarakat untuk bisa berpikir lebih terbuka. Harapan yang muncul adalah  ketika hati bergerak dengan pikiran jernih, masyarakat bisa bertahan dan saling bahu-membahu untuk sama-sama memenuhi kebutuhan dasar. Ya, kebutuhan untuk bertahan hidup.

Pendekatan rasa biasanya memunculkan sikap yang menyeluruh (integratif) untuk memecahkan masalah secara bersama-sama sesuai dengan kebutuhan yang bersifat aktual dan faktual. Bukan tentang saya bisa berpartisipasi, tetapi saya mau berpartisipasi.

Mari sama-sama membangun rasa untuk Danau Toba!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline