Lihat ke Halaman Asli

Ilmu "Padi" Jokowi Tidak Berlaku Lagi Saat Ini

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Desas desus berita tentang dinaikkannya tunjangan mobil untuk pejabat yang didasarkan para Perpres No 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi menjadi perbincangan banyak pihak saat ini. Disebutkan bahwa uang muka pembelian kendaraan menjadi 210 juta rupiah dari sebelumnya sekitar 116 juta rupiah.

Apa yang menarik dari hal ini, adalah bahwa di tengah-tengah kondisi yang serba sulit dihadapi masyarakat umum, pemerintah masih bisa berpikir untuk menaikkan biaya fasilitas untuk mereka nikmati. Ini tentu sungguh menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat, Uang negara begitu mudah dimanfaatkan untuk kesenangan para pejabat, bukan untuk sesuatu yang bisa berdampak langsung bagi masyarakat.

Hal ini menjadi ironi saat pemerintahan Jokowi sebelumnya berkampanye untuk memangkas pengeluaran negara. Kampanye itu hanya hangat di awal saja, bahkan sudah dilupakan oleh sang presiden.

Yang lebih mengherankan lagi adalah ketika desas desus berita itu muncul, Presiden Jokowi dengan bangga mengeluarkan ilmu "padi"nya. Ilmu "padi" alias "palua diri" (=melepaskan diri) tersebut secara tegas diungkapkan dengan membebankan kesalahan tersebut kepada Kementerian Keuangan. Alasan itu pun seolah-olah diperkuat dengan pernyataan bahwa Presiden sangat sibuk dan tidak mungkin mengecek satu-satu surat yang harus beliau tandatangani.

Pada saat menjadi gubernur, beliau juga sering melemparkan kesalahan kepada pemerintah pusat. Atau pada saat akan dicalonkan sebagai presiden, beliau sering berujar "bukan urusan saya" atau "saya nggak mikir".

Kondisi sekarang jelas sangat berbeda. Presiden Jokowi sudah berada di puncak kekuasaan tertinggi di negeri ini. Tentu segala kebijakan yang diambil harus sepenuhnya ia pahami. Jokowi tidak bisa lagi berlindung dengan keterbatasan kewenangan. Bahkan apabila terjadi kesalahan, Presiden harus segera mengetahuinya dan mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Sebagai contoh bisa saja Presiden langsung mencopot Menkeu bila dianggap tidak bisa bekerja. Namun itu diawali atas pemahaman yang menyeluruh terhadap seluruh permasalahan yang menjadi tanggung jawab presiden.

Masalah ini bisa disebabkan oleh tidak kuatnya komunikasi Presiden dengan para pembantunya, termasuk wakilnya. Bila komunikasi kuat dan lancar, masalah-masalah seperti ini mungkin dapat diantisipasi sebelumnya. Semoga Jokowi bisa belajar dari kondisi ini dan ke depan bisa menunjukkan wibawanya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline