Lihat ke Halaman Asli

Bank Indonesia dan Kestabilan Harga di Bulan Ramadhan

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bank Indonesia (tempo.co)

[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Bank Indonesia (tempo.co)"][/caption]
(prolog:Kesempatan pertama memasuki kompleks Bank Indonesia sendirian disambut Satpam yang jutek, awalnya memberi gambaran suasana kantor yang menegangkan, tapi setelah masuk ke dalam dan bertemu orang-orang di dalam, lebih ramah dan hangat:)

Kompasiana Nangkring hadir kembali pada tanggal 11 Juli 2014 bekerjasama dengan Bank Indonesia. Acara ini diawali sebuah diskusi yang bertemakan "Ramadhan Harga Stabil". Pembicara yang hadir adalah Arief Hartawan (Bank Indonesia), Sartono (Kementerian Koordinator Perekonomian), Widodo Sigit Pudjianto (Kementerian Dalam Negeri), Ferry Irawan (Kementerian Keuangan) dengan moderator Heru "Mbonk" Margianto (Kompas.com). Paparan pertama disampaikan oleh Arief Hartawan, Deputi Direktur Kebijakan Moneter Bank Indonesia. Ia membuka dengan sebuah kabar gembira bahwa pada semester pertama tahun 2014 ini, inflasi di Indonesia berada di angka sekitar 1,99 % yang notabenenya adalah termasuk rendah. Namun, hal itu dipengaruhi oleh minimnya kejutan (shock) yang mempengaruhi inflasi. Lantas, apa sih inflasi itu? Menurutnya, inflasi adalah meningkatnya harga-harga barang di pasaran yang disebabkan oleh kejutan-kejutan (shock) aktivitas yang mempengaruhinya, beberapa di antaranya adalah kenaikan harga BBM, kenaikan tarif listrik, dan bahkan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan moneter seperti: gagal panen, banjir, el nino, dan sebagainya. Lalu bagaimana pengaruh kenaikan harga-harga barang di bulan ramadhan? Ia mengungkapkan bahwa kenaikan harga di masyarakat adalah inisiatif para pedagang yang mengharapkan keuntungan yang lebih besar sementara permintaan relatif tidak berubah. Ia pun menampik alasan kekurangan pasokan barang sebagai alasan untuk menaikkan harga. Seharusnya para pedagang/pelaku pasar seharusnya mengantisipasi pasokannya bila memasuki masa ramadhan dan lebaran. Lebih lanjut, ayah dua anak ini memberikan gambaran bahwa faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya inflasi di luar moneter adalah ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat dari daerah-daerah yang secara umum memiliki inflasi yang tinggi. Sebagai contoh, untuk daerah di Jawa, kota-kota seperti Depok, Bekasi dan Tangerang memiliki tingkat inflasi yang tinggi akibat ketersediaan pangan. Bahan-bahan pangan hasil dari daerah tersebut terlebih dahulu diangkut ke Jakarta lalu didistribusikan kembali ke daerah-daerah tersebut. Dengan seperti itu, harga otomatis menjadi lebih mahal. Hal yang sama terjadi di daerah-daerah lain baik di Sumatera, Kalimantan, dan wilayah timur. Oleh karena itu, untuk bisa mengendalikan inflasi di daerah, pemerintah telah melakukan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi. Koordinasi kebijakan pengendalian inflasi menurut Asisten Deputi Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Sartono telah dilakukan sejak tahun 2008 dengan membentuk Pokjanas TPID ( Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendali Inflasi Daerah) yang terdiri dari tiga lembaga, yaitu Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri. Tim ini dibentuk untuk melakukan kajian sekaligus koordinasi dengan lembaga lain untuk mengendalikan inflasi. Sebagai contoh adalah pasar murah yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan, penyediaan pasokan dan distribusi beras oleh Bulog dibantu oleh Kementerian Perhubungan beserta Kementerian Pekerjaan Umum dan juga yang berhubungan dengan energi bekerjasama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta begitu banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi inflasi, sehingga Kemenko Perekonomian harus berperan aktif dalam melakukan koordinasi. Setelah memperhatikan fenomena inflasi dan dilakukan kajian mendalam, diperoleh kesimpulan bahwa kondisi perekonomian di daerah menjadi penyumbang terjadinya inflasi nasional dengan besaran pengaruh sekitar 70-80%. Oleh karena itu, Kemendagri juga memiliki peran yang penting dalam melakukan pengendalian inflasi. Widodo Sigit Pudjianto, Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri sebelum menyampaikan paparannya bercerita tentang kisah ayahnya yang seorang petani di desa memilih beralih untuk menjadi pekerja bangunan ke ibukota akibat jatuhnya harga hasil pertanian terutama saat panen. Namun, setelah menjadi pekerja bangunan pun jarang memperoleh pekerjaan di proyek. Ia lalu menyatakan pentingnya kehadiran pemerintah untuk memperhatikan hal-hal seperti itu, terutama dalam mendukung petani yang merupakan tulang punggung penjaga ketahanan pangan. Pemerintah memiliki tugas untuk mensejahterakan masyarakat, menyelenggarakan ketertiban, dan memberikan keadilan. [caption id="" align="aligncenter" width="338" caption="Pengendalian Inflasi (harianbhirawa.co.id)"][/caption] Pemerintah juga sangat berperan dalam mengendalikan ketahanan pangan. Ketahanan pangan berkaitan dengan ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi & informasi harga dan pasokan. Secara umum, menurut pria humoris ini, pemerintah daerah harus melakukan antisipasi terhadap hal-hal yang mempengaruhi ketersediaan pangan di daerahnya. Kepala daerah harus memahami kondisi daerahnya sehingga cepat mengantisipasi, sebagai contoh daerah Ternate yang merupakan kepulauan, kepala daerah harus berinisiatif untuk menjaga ketersediaan pangan sebelum waktu-waktu gelombang tinggi yang tentunya mempengaruhi distribusi bahan pangan. Lebih lanjut, pria asal Jatim ini menyampaikan komitmen Menteri Dalam Negeri untuk memastikan setiap kepala daerah memiliki pemahaman tentang inflasi. Hal ini lah yang menjadi pendorong untuk membentuk TPID di 33 provinsi, 77 kota, dan 177 kabupaten. Walaupun hal itu masih memerlukan kerja keras karena ada sekitar 539 daerah otonom di Indonesia dengan kondisi yang berbeda-beda tiap daerah. Dengan pemahaman akan inflasi, kepala daerah dapat mengantisipasi ketahanan pangan dengan bijak. Contohnya adalah suplai beras di Palembang dapat langsung disalurkan ke Bangka Belitung tanpa harus melalui Jakarta. Inflasi juga diharapkan dapat dikendalikan terutama memasuki masa lebaran dan masuknya tahun ajaran baru bagi anak sekolah. Komitmen ini telah dimasukkan sebagai Strategi Nasional (Stranas) Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (RADPPK) Di sisi lain,Ferry Irawan, Kepala Bidang Analisis Moneter dan Lembaga Keuangan menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan sudah memiliki Tim Pengendali Inflasi (TPI) yang bekerja untuk mengendalikan inflasi secara nasional. TPI ini terdiri dari lembaga-lembaga seperti BI, Kemenkeu, Bulog, Kementan, yang memiliki tugas untuk menganalisis sasaran inflasi. Hal ini sangat penting karena inflasi memiliki peran yang besar untuk dijadikan indikator dalam menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kementerian Keuangan. Dijelaskan bahwa Menteri Keuangan saat ini memberikan ilustrasi inflasi sebagai pencuri yang sangat kejam di saat yang tidak terduga. Untuk mengatasi itu, lagi-lagi perlu dilakukan pengendalian. Salah satu strategi pengendalian inflasi adalah dengan mengurangi subsidi energi. Hal ini memang akan memberatkan di awal-awal, namun efeknya tentu bisa menekan inflasi. Inflasi yang dipahami secara sederhana sebagai meningkatnya harga-harga di pasar sangat berpengaruh terhadap situasi perekonomian. Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki tugas untuk melakukan kebijakan moneter yang berkaitan dengan pengendalian inflasi harus melaksanakan tugasnya dengan berkoordinasi dengan Kemendagri dan Kemenko Perekonomian. Masa semester kedua di tahun 2014 ini tentu memiliki tantangan inflasi yang meningkat karena masa lebaran dan kondisi politik yang berubah. Semoga dengan melakukan koordinasi yang intens dengan daerah, BI dapat menekan inflasi menjadi rendah dan stabil sehingga masyarakat dapat menikmati harga dan suku bunga kredit yang rendah. Ayo BI kamu bisa!!! Oiya, masyarakat juga dapat berkontribusi untuk membantu menekan inflasi dengan menghindari budaya konsumerisme, melakukan penghematan energi, dan terutama bagi para pedagang adalah tidak mengambil keuntungan yang berlebih ketika memasuki masa-masa ramadhan dan lebaran. [caption id="attachment_347327" align="aligncenter" width="480" caption="Suasana Kompasiana Nangkring Bareng Bank Indonesia"]

1405102119410519299

[/caption] Ah, betapa seriusnya diskusi tentang inflasi dan kestabilan harga di Kompasiana Nangkring bersama Bank Indonesia kali ini. Semoga penjelasan di atas bisa membuka pemikiran kita tentang inflasi dan pengendaliannya. Untuk mencairkan suasana, Kompasiana Nangkring seperti biasa akan diselingi dengan bagi-bagi hadiah untuk para penanya, doorprize, dan livetweet. Dua buah dendang dari Lobow juga menjadi hiburan di waktu menjelang berbuka. Sebagai penyegaran rohani bagi yang berpuasa, ada juga tausyiah menjelang waktu berbuka puasa. Dan pada akhirnya, waktu buka bersama para kompasianer dan pembicara pun tiba. Aneka makanan dan minuman menjadi penambah hangat untuk saling menyapa dan berkenalan dengan para kompasianer. Salam Kompasiana!!! (epilog:Pulang setelah mengikuti rangkaian acara bersama kenalan baru:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline