Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Nasib Surveyor Pertanahan di Indonesia Menghadapi MEA dan AFTA?

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surveyor di sini berarti tenaga survey yang secara khusus menggeluti bidang pengukuran bumi, dalam hal ini pengukuran tanah ataupun darat. Surveyor ini berbeda dengan lembaga survey yang selama ini akrab di masyarakat, terutama menjelang pemilihan umum. Umumnya, surveyor berasal dari sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu pengukuran bumi, di antaranya  adalah lulusan Teknik Geodesi dan Geomatika dari universitas, lulusan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (BPN), dan institusi lain yang bergerak dalam kerekayasaan konstruksi.

Bila anda pernah berjalan-jalan di sekitar lokasi pembangunan jalan baru maupun pembangunan gedung-gedung baru, anda pasti pernah melihat ada beberapa orang yang sibuk dengan sebuah alat yang diletakkan di atas sebuah tripod (surveyor menyebutnya statif) sambil mengeker sebuah teropong ukur layaknya sebuah kamera (teodolit). Itulah mereka yang disebut sebagai surveyor. Dan karena mereka bekerja di darat, mereka disebut land surveyor alias surveyor pertanahan/surveyor darat.

Di Indonesia sendiri, kebutuhan surveyor profesional masih sangat tinggi. Luas wilayah yang besar dan rencana pembangunan dalam masa pemerintahan yang baru ini, tentu perlu diperhatikan bagaimana caranya menyiapkan surveyor professional dalam jumlah yang besar. Selain dari institusi yang disebut di atas, kebanyakan tenaga surveyor saat ini masih merupakan tenaga-tenaga yang terlatih. Mereka adalah tenaga-tenaga yang dilatih maupun berlatih menjadi juru ukur berdasarkan kebutuhan pekerjaan/proyek tanpa melihat latar belakang pendidikan. Yang penting siap dilatih.

Kebutuhan yang besar dengan keterbatasan sumber daya manusia menjadi masalah penting bagi Indonesia. Hal ini akan semakin diperparah dengan dicanangkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang efektif dibuka mulai Desember 2015. Disebutkan bahwa secara khusus ada delapan profesi yang akan bebas bersaing sesama negara-negara ASEAN, selain surveyor, ada arsitek, insinyur, perawat, dokter gigi, dokter, akuntan, dan tenaga pariwisata. Dari kedelapan profesi itu, sejauh ini dokter menjadi profesi yang dianggap paling siap menghadapi pasar bebas tenaga kerja tersebut.

Di sini memang diharapkan peran pemerintah untuk mempersiapkan masyarakatnya. Namun, di sisi lain, menurut Candra Gautama, peneliti senior Kompas Gramedia, masyarakat secara umum siap menghadapi MEA maupun AFTA, yang sering kebakaran jenggot adalah pemerintah yang sering berlebihan ketika dikaitkan dengan isu-isu pasar bebas. Kebanyakan masyarakat professional juga mengamini hal tersebut dan bahkan menyatakan bahwa ada tidak ada pemerintah, masyarakat pasti akan siap menghadapi pasar bebas.

Hal ini terungkap ketika saya mengikuti Rembug Jakarta di Hotel Oasis Amir, Senen. Acara tersebut terbagi dalam dua bagian, yaitu Public Hearing (25 November 2014) dan Focus Group Discussion (28 November 2014). Di Public Hearing, hadir sebagai pembicara: Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Khairul Anwar; Direktur Entrepreneur Lab Indonesia, Agung Bayu Waluyo; Guru Besar Kebijakan Publik UI, Prof. Azhari A. Samudra, dan Senior Editor Kompas Gramedia, Candra Gautama. Acara Rembug Jakarta tersebut secara khusus membahas tentang Peran Pemerintah DKI Jakarta Dalam Rangka Menyongsong MEA dan AFTA.

Secara khusus dalam hal sumber daya manusia, Indonesia memiliki banyak potensi yang siap bersaing karena kultur masyarakat Indonesia yang heterogen, pekerja keras, kreatif, ramah, dan gotong royong. Rekomendasi yang disampaikan kepada Pemerintah DKI Jakarta adalah mengidentifikasi komunitas-komunitas potensial, secara khusus untuk profesi-profesi yang akan bebas bersaing di ASEAN. Harapan saya, secara khusus kepada surveyor, semakin ditingkatkan pendidikan dan pelatihan untuk mengasah kemampuan komunikasi, selain kompetensi. Begitupun dengan profesi lain, mari kita songsong MEA dan AFTA dengan optimisme.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline