Bali disebut sebagai pulau dewata atau pulau seribu pura. Pulau dewata menjadi daya tarik wisata karena memiliki berbagai keindahan alam seperti destinasi sawah berundak, pantai, danau, air terjun dan pegunungan. Bali juga dikenal karena beragam keunikan yang dimilikinya, mulai dari budaya seni, tradisi, dan juga kekuatan magis yang terdapat di dalamnya.
Kebudayan dan tradisi Bali terus dilestarikan secara turun temurun hingga saat ini. Mayoritas penduduk Bali menganut agama hindu, yang dimana tujuan dari setiap agama hindu itu sendiri adalah mencapai jagadhita (kebahagian). Mencapai Jagadhita bukanlah sesuatu hal yang mudah, salah satunya syaratnya adalah sehat secara jasmani dan rohani, apalagi saat ini Bali bahkan dunia sedang dilanda wabah penyakit yang membatasi setiap interaksi juga kegiatan manusia.
Penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang bernama corona atau COVID 19. Corona merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan manusia. Batuk, lesu, flu, sakit tenggorokan dan sesak nafas menjadi gelaja awal seseorang ketika terjangkit corona virus. Tidak dapat dipungkiri munculnya virus corona mengakibatkan keresahan di setiap golongan masyarakat hingga terjadinya berbagai perubahan pola kehidupan. Dengan adanya pembatasan masyarakat tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan maksimal.
Setiap kegiatan dilakuakn di rumah masing-masing. Mulai dari pekerjaan, proses pembelajaran bahkan dalam melakukan persembahayangan. Seperti halnya menggunakan protokol kesehatan, melakukan pembatasan sosial sekala besar merupakan upaya secara sekala (duniawi) yang dilakukan oleh setiap golongan masyarakat. Namun, selain itu umat hindu sendiri juga melakukan kegiatan secara niskala, di masing-masing daerah bahkan secara serempak telah melakukan upaya-upaya untuk menetralisir wabah penyakit yang disebabkan oleh virus corona ini. Dimulai dari upacara yang sederhana sampai ke upacara yang besar, yang dilakukan merajan masing-masing ataupun yang dilakukan di Pura.
Selanjutnya, apakah yang dapat dilakukan untuk menindaklanjuti virus corona? Khususnya di Bali, masyarakat yang beragama hindu mengalami kesulitan untuk mengikuti runtutan upacara persembahayangan di Pura, karena harus tetap menjaga jarak dan tidak boleh berkerumunan (sosial distancing). Bahkan, di tempat yang menjadi zona merah masyarakat tidak bisa sama sekali melakukan persembahayangan di pura. Setiap masyarakat dianjurkan untuk melakukan setiap kegiatan hanya di rumah saja.
Selama kegiatan dirumah, tidak sedikit golongan masyarakat yang merasa kesulitan bahkan tertekan. Hal itu disebabkan oleh perubahan yang sangat cepat sehingga membuat masyarakat kesulitan dalam beradaptasi. Namun, segala rintang yang telah dialami tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk bertahan serta akan bangkit kembali dari musibah yang telah menimpa. Menjaga kondisi tubuh sangatlah penting untuk dilakukan pada masa saat ini. Salah satu jalan sederhana yang dilakukan masyarakat adalah dengan melakukan yoga, asanas maupun meditasi (memusatkan pikiran terhadap hal-hal yang positif).
Selain itu, banyak upacara yang telah dilaksanakan untuk menetralisir pandemi COVID 19, seperti menghaturkan segehan wong-wongan. Dalam agama hindu segehan termasuk tingkatan kecil atau sederhana yang dihanturkan kepada butha kala (mahkluk alam lain). Segehan berarti suguh (menyuguhkan) dalam artian lain dapat dikatakan bentuk dari penerapan palemahan yaitu hubungan harmoni antara manusia dengan makhluk ciptaan tuhan lainnya. Segehan wong-wongan merupakan segehan yang berbentuk seperti manusia, yang dimana wong berarti manusia. Segehan wong-wongan terbuat dari nasi kemudian diberi lima macam warna (merah, hitam, kuning, putih dan berumbun).
Mengapa segehan wong-wongan? Apakah makna di dalamnya? Persembahan sesajen berupa segehan wong-wongan dipercaya memiliki kekuatan magis. Magis itu sendiri adalah hal-hal yang bersifat gaib. Umat hindu di Bali meyakini adanya dua unsur dalam bumi yang berbeda yaitu sekala dan niskala. Sekala berarti berkaitan dengan keduniawian, penyakit yang berhubungan niskala dapat disembuhkan oleh manusia seperti dokter, Sedangkan niskala berarti alam gaib, yaitu penyebab penyakit yang tidak dapat terlihat atau tidak tampak, biasanya ketika mengalami sakit secara niskala selain berobat ke balian, juga melalui berdoa dengan sarana sajen yaitu segehan wong-wongan.
Selain itu, masyarakat hindu di Bali juga menghaturkan pejati di sanggah kemulan. Dilihat dari asal katanya, sanggah kemulan berasal dari dua kata yaitu sanggah yang berarti tempat pemujaan dan kemulan (mula) yang berarti akar atau asal. Jadi, sanggah kemulan adalah tempat pemujaan asal atau sumber darimana manusia ada.
Sedangkan pejati itu sendiri berasal dari kata jati yang bermakna sungguh-sungguh. Pejati dijadikan sebagai salah satu sarana persembahan umat hindu. Pejati yang dihaturkan tersebut berisi benang tri datu ( merah, putih dan hitam) serta berisi tepung tawar. Benang tri datu tersebut menyimbolkan permohonan perlidungan terhadap tiga penguasa dunia yakni, Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa. Setelah dihaturkannya benang tri datu lalu benang tersebut dipakai oleh seluruh bagian keluarga. Sedangkan, tepuk tawar memiliki makna supaya seluruh virus corana cepat dinetralkan atau hilang di muka bumi.
Berdasarkan kondisi yang terjadi saat ini, seluruh dunia dikejutkan dengan adanya pandemi covid 19. Kehidupan masyarakat terdiri dari tiga aspek yaitu fisik, mental, dan spiritual. Dalam pandemic Covid 19, menjaga kesehatan fisik sangatlah diperlukan, banyak perubahan pola kebersihan yang telah diterapkan oleh masyarakat. Seperti , mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas, selalu menggunakan masker ketika berpergian, melakukan pengecekan suhu tubuh, serta melakukan sosial distancing.