Lihat ke Halaman Asli

Nikolas Mauladitiantoro

hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan

Kompilasi Kritik Pedas dari Tokoh Masyarakat Soal Bisnis Tes PCR Menko Luhut

Diperbarui: 4 November 2021   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para tokoh masyarakat yang kritik bisnis tes PCR. Sumber Grafis: Indonesiana.id/Yadi Septi

Kasus bisnis tes PCR yang melibatkan Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat bahkan hingga para tokoh masyarakat. Hal itu terkait dengan turunnya harga tes PCR dan aturan pemerintah, yakni tes PCR yang dijadikan sebagai syarat wajib di setiap moda transportasi selama pandemi Covid-19.

Meskipun per tanggal 4 November 2021 ini baru saja dikeluarkan aturan terbaru wajib PCR dihapus untuk perjalanan darat 250 Km, namun hal itu rupanya semakin memunculkan rasa kecurigaan terhadap adanya bisnis PCR yang dilakukan Menko Luhut.

Masyarakat yang seharusnya senang dengan kabar turunnya harga tes PCR malah bereaksi dan semakin mempercayai bahwa Luhut memang benar terlibat dalam bisnis PCR tersebut. 

Kini kasus bisnis PCR yang meraup keuntungan sendiri itu tak dapat lagi disangkal walaupun pihak Luhut sebelumnya sempat membantah bahwa PT GSI yang terafiliasi dengan Luhut tidak mencari keuntungan dan membisniskan tes PCR. Beberapa tokoh pun mulai menyuarakan pendapat mereka pada kasus bisnis PCR Luhut. Siapa sajakah mereka?

1. dr. Tirta

Salah satunya datang dari publik figur yang cukup dikenal oleh masyarakat di masa pandemi Covid-19, yakni dr. Tirta. Dirinya mengatakan bahwa kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Perhubungan itu 'wagu'. 

2. Refly Harun

Tak hanya dr. Tirta, ahli dan pakar hukum tata negara, Refly Harun pun juga ikut menanggapi terkait kasus tersebut. Menurut Refly, mengapa harga PCR bisa sangat mahal sebelumnya jika memang perusahaan milik Luhut itu tidak mencari untung. 

Refly juga menambahkan bahwa tidak seharusnya Menko Luhut memasuki ranah bisnis saat sedang menjabat. Apalagi, jabatan yang dipegangnya berkaitan dengan kebijakan penanganan Covid-19

Antara kekuasaan dan kepentingan bisnis harus bisa dipisahkan, jangan ada di satu genggaman. Karena menurutnya, bila keduanya ada di satu genggaman maka akan ada benturan kepentingan (Conflict of Interest). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline