Terlihat hamparan hijau menggetarkan hati. Air mengalir semilir tiada henti. “tempat ini sungguh subur, berbeda dengan daerah sekitarnya”, kata pemandu kami. Aku hanya mengganggukkan kepala sambil terus menikmati panorama ini.
Agustus 2012, sering terdengar berita kekeringan pada sebagian tempat di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Air amat sangat sulit didapat. Perjuangan ekstra perlu dilakukan walaupun hanya demi seember air. Memang saat itu, hujan masih belum musimnya untuk turun. Jujur, iba aku melihat kondisi itu.
Disaat-saat itu pula aku bersama ibuku melakukan perjalanan ke kampung halaman di kabupaten Gunung Kidul. Perjalanan dengan sepeda motor dari Ponorogo hingga Gunung kidul memakan waktu sekitar 4 jam. Selama 4 jam itulah sempat terlihat lewat mata sendiri kekeringan yang terjadi. Beberapa sungai yang sebelumnya kuketahui amat deras, sekarang malah terasa menyusut. Hawa panas selama 4 jam itu juga makin memantabkan suasana ini.
Saat memasuki kabupaten Gunung kidul, aura kekeringan makin terasa. Tanah-tanah terasa amat pucat dan pecah-pecah disini. Area persawahan bekas tanaman padi amat jelas diganti dengan singkong yang tidak terlalu membutuhkan air. Gunung Kidul memang diidentikkan dengan kawasan pegunungan gersang dengan tanah kapurnya, dimana orang-orangnya dicap “jarang” mandi.
Aku dan ibuku menyempatkan beristirahat di tengah perjalanan. Kami berhenti dipinggir jalan sejenak melepas penat dengan meminum air mineral. Kuteguk minuman dan disaat itu pula kulihat seorang kakek menenteng 2 ember berisi air menelusuri jalan yang menanjak. Iba terasa saat melihatnya, ingin kubantu akan tetapi dari belakang ada remaja yang duluan membantu kakek tersebut. Dalam hati, aku tersenyum dan lega melihat hal itu. Perjalanan pun kami lanjutkan kembali.
Sesampai di rumah kakek, lega rasanya hati kami. Sudah membayangkan kami bisa segera istirahat. Akan tetapi hal sebaliknya yang didapat, aku harus membantu mengangkut air dari tetangga sebelah yang sudah memasang air pam hanya demi bisa mandi sore itu. Pada akhirnya kami semua keluarga besar bisa mandi dan istirahat lebih nyaman. Di malam sebelum tidur, aku termenung akan yang terjadi pada hari ini. Rindu akan masa masih kecil, disaat itu walaupun musim kemarau hal seperti ini tidak pernah terjadi.
Keesokan harinya, aku dan ibuku berdua pergi ke tempat wisata baru di gunung kidul, yaitu gua Pindul. Ibuku sangat ingin kesitu, aku hanya mengikuti saja tanpa mengetahui apa yang ada disitu. Kukira hanya gua biasa yang dipenuhi stalakmit atau stalaktit. Sesampai disitu, aku terkaget juga. Gua Pindul ternyata merupakan gua yang terdapat semacam sungai di dalamnya. Sehingga penelusurannya perlu memakai ban pelampung. Amat indah dan alami pula pemandangan di dalam gua. Sangat unik dan jarang di Indonesia bahkan di dunia, wisata gua seperti ini. Suatu kebanggaan baru bagi Indonesia memiliki tempat berpotensi ini.
Air di dalam gua itu juga amatlah jernih. Sering kubasuhkan air itu ke mukaku dan amatlah segar terasa. Aneh pula kurasa, dimana disini air amatlah melimpah sementara banyak kekeringan di daerah Gunung kidul lain. Makin tercengang saat setelah memasuki finish ujung gua pindul dan berjalan kembali menuju tempat peristirahatan. Terlihat hamparan hijau padi menggetarkan hati. Air mengalir semilir tiada henti. “tempat ini sungguh subur, berbeda dengan daerah sekitarnya karena emang disini dekat dengan mata air”, kata pemandu kami. Aku hanya mengganggukkan kepala sambil terus menikmati panorama ini.
Info yang kudapat dari pemandu, sepanjang tahun di kawasan ini bisa ditanami padi walaupun disaat musim kemarau. Tidak pernah ada kata kekeringan disini. Mandi disini tidak perlu susah-susah. Sawah pun tidak perlu diairi oleh sumur bor. Para ibu pun juga tidak kebingungan untuk mencuci pakaian. Anak-anak bisa bercengkarama bermain air. Sebuah gambaran indah masa kecilku kembali lagi lewat pengalaman ini. Berharap apa yang ada disini juga bisa dinikmati oleh wilayah lain kedepannya.
Awal Oktober 2012 di Jakarta, disaat itu aku sudah ada di Jakarta untuk melanjutkan studiku. Disaat itu pula hujan turun mengguyur ibu kota. Rasa syukur pun keluar, dimana sudah terasa lama aku tidak merasakan hal ini. Semoga ini menjadi berkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H