Lihat ke Halaman Asli

Nikodemus Yudho Sulistyo

Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Imlek: Perayaan Budaya atau Agama?

Diperbarui: 12 Februari 2024   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Freepik

Imlek adalah sebuah kata dalam dialek Hokkian yang arti secara harfiahnya adalah kalender bulan. Kalender Tionghoa ini termasuk kalender lunisolar, yaitu sistem penanggalan yang diciptakan dengan menggabungkan kalender bulan dan kalender matahari. Kalender Tionghoa ini digunakan untuk beragam keperluan, seperti menentukan hari baik untuk pernikahan atau pembukaan usaha. 

Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa Imlek adalah sebuah perayaan Tahun Baru di dalam perhitungan kalender Tionghoa tersebut. Perayaan Tahun Baru Imlek juga merupakan perayaan festival musim semi, yang kemudian dilanjutkan dengan hari raya Cap Go Meh, atau festival lampion 15 hari kemudian.

Di Indonesia, perayaan tahun baru Imlek ini sudah menjadi bagian dari festival nasional, melambangkan perayaan budaya orang-orang Tionghoa. Namun, ada yang unik mengenai Tahun Baru Cina, atau Tahun Baru Imlek ini. Bagi pemeluk agama Konghucu, Imlek adalah hari raya keagamaan seperti halnya Idul Fitri bagi umat Muslim dan Natal bagi umat Kristiani (sumber). 

Namun, bila memang Imlek adalah hari raya keagaaman umat Konghucu, mengapa seluruh warga Cina di dunia, termasuk warga Tionghoa di Indonesia merayakannya? Ternyata Imlek juga merupakan bagian tak terlepas dari tradisi dan budaya orang-orang Tionghoa. Bagaimana bisa merayakan Imlek sebagai perayaan agama sekaligus perayaan budaya?

Untuk bisa memahaminya, kita harus pula memahami konsep budaya dan agama orang-orang Tinghoa.

Falsafah orang Tionghoa sepertinya didasari dan sangat dipengaruhi oleh ajaran Konfusius, yaitu tokoh utama dalam agama Konghucu. Menurut buku berjudul World Religions: Confucianism karya Dorothy dan Thomas Hoobler, confucianism atau ajaran Konghucu awalnya merupakan sistem pemikiran atau filsafat berdasarkan pada ajaran Konfusius, atau dikenal juga sebagai Kong Fuzi. Ia merupakan tokoh penting yang hidup di Tiongkok dari tahun 551 sampai 479 SM. 

Bisa dikatakan bahwa cara dan pandangan hidup orang-orang Cina di seluruh dunia berlandaskan pada pemikiran sang tokoh. Itu sebabnya, Konghucu memiliki aspek-aspek yang unik yang membuatnya memiliki konsep yang berbeda dengan apa yang kita pahami sebagai sebuah agama. Ajaran Konghucu benar-benar menjadi bagian integral dari masyarakat Cina. Maka, Konghucu adalah filsafat, budaya, pola pikir, way of life, sekaligus agama.

Bagi masyarakat Tionghoa yang mengindetifikasikan diri mereka sebagai orang Kristiani, Buddha, atau bahkan Muslim, perayaan Imlek tidaklah dianggap sebagai perayaan agama, melainkan budaya. Yang uniknya, bakan budaya Tionghoa sendiri berasal dari ajaran Nabi Konghucu.

Bagi umat Konghucu, Imlek adalah perayaan untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerah yang diberikan sehingga mereka dapat memasuki tahun yang baru. Biasanya perayaan ini dilaksanakan dengan melakukan sembahyang. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan refleksi diri, berkumpul dengan keluarga besar, membagikan angpao, mengenakan baju baru, serta menghias rumah dengan pelbagai pernak-pernik berwarna merah yang melambangkan kegembiraan dan suka cita (Sumber).

Bagi masyarakat Tionghoa, agama dan budaya memang memiliki posisi yang unik di dalam kehidupan. Misalnya saja pada contoh ajaran Tridharma di Indonesia yang cenderung digolongkan sebagai agama Buddha. Di dalam bahasa Mandarin, Tridharma disebut dengan Sn jio (), dan Sam Kauw dalam dialek Hokkian yang berarti tiga ajaran

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline