Film-film bertajuk superhero, orang-orang dengan kekuatan istimewa yang bertarung melawan kejahatan dan dipenuhi dengan adegan-adegan aksi bertabur teknologi CGI (Computer-Generated Imagery), telah mendulang kesuksesan besar dalam dunia bisnis dan hiburan.
Akibatnya, kebutuhan yang meningkat akan film-film bertema superhero dua puluh tahun terakhir ini membuat film-film yang sampai sekarang masih dikuasai Marvel dan DC ini tidak lagi dianggap sebagai bagian dari bisnis hiburan semata.
Banyak film-film superhero yang menawarkan semangat ideologi atau gerakan-gerakan tertentu, dari nasionalisme dan patriotisme, hak asasi manusia, kebebasan, feminisme sampai queer.
Interpretasi atas makna yang terkandung di dalam film-film superhero ini telah sampai pada taraf critical analysis. Seperti yang dijelaskan oleh William Palmer di bagian bab Introduction buku ini.
Semenjak kehadiran para New Historicists yang berargumentasi bahwa fakta-fakta sejarah adalah sesuatu yang lebih kompleks dibanding dengan yang digambarkan ahli-ahli sejarah konvensional, maka kenyataan sejarah itu sendiri sulit bahkan tidak mungkin diciptakan ulang, terutama di dalam penggambaran sinema atau karya sastra lainnya (halaman 4).
Dengan pernyataan ini, menegaskan bahwa bahkan film bergenre fantasi seperti superhero ini pun diperlakukan dengan analisis dan kritik yang mendalam.
Nilai moral, akurasi sejarah, logika dan ideologi menjadi bagian tak terlepas dari unsur-unsur intrinisik maupun ekstrinsik film-film superhero tersebut.
Buku yang ditulis dari generasi awal kesuksesan film-film superhero, jauh sebelum kesuksesan Avengers: Endgame (2019) atau Zack Snyder's Justice League (2021).
Ini terdiri atas tiga bagian utama: beragam esai yang membahas mengenai hubungan film-film superhero dengan globalisasi, gender dan genre.
Bab pertama yang ditulis oleh Anthony Peter Spanakos, menggunakan contoh film The Incredible Hulk (2008), Iron Man (2008), Iron Man 2 (2010) dan Avatar (2009).