Lihat ke Halaman Asli

Nikodemus Yudho Sulistyo

Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Will Smith Menampar Chris Rock, Begini Tanggapan Lesty, Sebuah Tinjauan Perspektif Kultural

Diperbarui: 1 April 2022   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

twitter.com @jeffhillwriter

Ketika Will Smith menampar wajah Chris Rock di perhelatan acara Oscars tahun 2022 yang bergengsi itu, sudah dipastikan dunia bergemuruh, terutama internet. Meme diproduksi, lelucon diciptakan dan pendapat dipertentangkan. Netizen, istilah untuk warga masyarakat yang aktif di dunia maya, nyatanya memang tidak memiliki pendapat yang sama apalagi seragam.

Amerika yang memegang erat cultural value, atau nilai-nilai budaya, identitas dan kebangsaan yang berupa freedom atau kebebasan dalam banyak hal, nyata-nyata memang menyayangkan perilaku Will Smith yang dianggap tidak profesional, baper, dan dianggap melanggar nilai-nilai itu tadi.

Kebebasan di Amerika Serikat sejatinya dilindungi oleh Undang-Undang. Amerika adalah negara yang menggadang-gadang dan mengkampanyekan kebebasan mutlak, liberalisme, dalam mengutarakan pendapat, bahkan mendekati absolut dalam bentuk apapun.

Amandemen Pertama Konstitusi Amerika menjelaskan bahwa freedom of speech atau kebebasan berbicara dan berpendapat merupakan ekspresi publik yang dapat dilakukan tanpa sensor, gangguan dan larangan oleh pemerintah. Tidak hanya itu, negara bahkan diwajibkan untuk melindungi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, sehingga kebebasan pers menjadi penting pula.

Bila mau sedikit memperhatikan, nilai-nilai kebebasan berbicara ini sebenarnya telah mengejawantah ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara Amerika. Misalnya saja dari subkultur Hip Hop dengan rap battle nya. Dimana dua orang rapper akan saling menyerang dengan menggunakan bars atau kata-kata berima mereka. Rapper pemenang adalah yang mampu menggunakan kata-kata dan kalimat tertajam mereka, tidak peduli harus menghina atau memperolok. Bahkan tujuan utama rap battle ini adalah penggunaan bahasa sevulgar dan segamblang mungkin untuk membuat musuh takluk.

Contoh lain, misalnya saja budaya maternal insult, atau juga dikenal dengan istilah Yo Mama (bahkan terkenal pula sebuah acara di MTV berjudul Yo Momma), dimana orang akan menggunakan ejekan kepada ibu orang lain untuk menjadikannya lelucon dan ejekan. Dan ini cukup awam.

Tidak sampai disitu, mengejek agama dan menggunakan sumpah serapah melibatkan figur penting agama bagi masyarakat Amerika juga cukup akrab. Misalnya penggunaan ekspresi "Jesus Christ!" sebagai sebuah makian.

Para pelaku budaya ejek mengejek, hina menghina dengan secara verbal ini tidak membuat para pelakunya, misalnya, masuk ke bui. Sebaliknya, tindakan fisik sebagai respon ejekan tersebut malah akan menyebabkan seseorang dituntut secara hukum.

Tindakan Will Smith di pagelaran Oscars yang secara formal disebut sebagai Academy Awards tersebut pada dasarnya menciderai nilai-nilai freedom of speech ini, apalagi mengingat konsep roasting yang dikenal dalam dunia stand up comedy yang dipraktikkan oleh Chris Rock. Roasting, yaitu sebuah konsep di dalam dunia stand up comedy, dimana sang stand up comedian atau komika, mengejek seseorang lewat lawakan atau guyonan. Dan Chris Rock adalah seorang stand up comedian.

Di sisi lain, layaknya frasa yang sedang trending di Indonesia saat ini ketika ada sebuah fenomena terjadi, 'Begini tanggapan Lesty', netizen Indonesia memang ternyata mayoritas memiliki pendapat yang berbeda bahkan berseberangan dengan para warga dunia maya di Amerika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline