Lihat ke Halaman Asli

Nikolaus Loy

Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Konteks Kontemporer Politik Luar Negeri Indonesia

Diperbarui: 25 Maret 2024   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Indonesia akan menjalani pergantian pemerintahan. Berdasarkan pengumuman hasil rekapitulasi KPU, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinyatakan memenangkan kursi kepresidenan. Pelantikan Prabowo sebagai presiden Indonesia hanya soal waktu. Kalau ada gugatan soal Pemilu dari pasangan lain, tidak akan signifikan mengubah hasil Pemilu. Pertengkaran soal hasil pemilu tampaknya akan diselesaikan dengan kompromi politik.

Yang ditunggu publik adalah berbagai kebijakan presiden baru. Salah satunya adalah soal arah politik luar negeri. Presiden baru menghadapi konteks politik luar negeri yang lebih kompleks. Apa saja konteks yang dihadapi?

Dua jenjang permainan

Robert Putnam (1988), dalam studinya tentang negosiasi internasional, menyimpulkan bahwa diplomasi internasional dan politik domestik merupakan dua jenjang permainan (two-level playing game).

Putnam setuju bahwa diplomasi memang dipengaruhi oleh konteks politik domestik. Perbedaannya adalah ia melihat politik domestik bukan sebagai bidang yang tunggal, seragam di mana negara dan birokrat pusat menjadi aktor dominan.

Putnam melihat negara dalam perspektif liberal, negara adalah ruang pertarungan berbagai kelompok kepentingan dan agenda yang hendak diperjuangkan. Politik luar negeri adalah cerminan aspirasi dari berbagai kekuatan politik dan kelompok dalam negeri.

Karena itu, agenda politik luar negeri bisa kelihatan tidak konsisten satu sama lain. AS misalnya, mengampanyekan penghormatan HAM, tetapi bersamaan melakukan operasi militer yang melibatkan pelanggaran HAM. Mengekspor demokrasi, tetapi saat yang sama mendukung penggulingan pemerintah yang dipilih secara demokratis. Menekankan pendekatan multilateral, tetapi saat bersamaan melakukan tindakan unilateral.

Pada jenjang nasional, kelompok-kelompok kepentingan dalam negeri menekan pemerintah untuk mengambil kebijakan yang memihak kepentingan mereka. Para politisi membangun koalisi kepentingan untuk memperoleh dukungan politik.

Sementara pada tingkat internasional, pemerintah nasional berupaya semaksimal mungkin memenuhi tekanan domestik, seraya berupaya mencegah dampak negatif dari perkembangan internasional.

Menurut Putnam, para pemimpin nasional duduk di dua meja. Di meja internasional, mereka berhadapan dengan pemimpin negara lain. Di sampingnya duduk para diplomat dan penasihat politik luar negeri.

Sedangkan di belakang meja domestik, duduk para pemimpin partai, tokoh kunci DPR, wakil lembaga domestik, pimpinan kelompok kepentingan dan para penasihat politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline