Lihat ke Halaman Asli

Nikolaus Loy

Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Berdagang Ya, Berperang Ya

Diperbarui: 10 Maret 2022   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kapal barang. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Pendahuluan

Proses globalisasi ekonomi pasar yang dimotori oleh AS dan Barat memberikan banyak janji. Salah satu janjinya adalah dunia akan main damai dan stabil. Sesudah tahun 1990-an, gelombang liberalisasi terjadi di berbagai negara. Era pasar bebas disambut dengan tangan terbuka. 

Rivalitas ideologi, ancaman nuklir perang dingin, mengendur. Di mana-mana demokrasi dirayakan bersama pertukaran nilai dan kebudayaan. Solidaritas internasional menjadi nilai baru dan sebuah peradaban global sedang bertumbuh. Bagaimana sekarang?

Jalan Dagang menuju Damai.

Pendukung globalisasi berpendapat bahwa perekonomian global yang liberal adalah syarat perdamian. Ketika ekonomi dunia terbuka, negara-negara akan berdagang satu sama lain. 

Bersamaan itu, investasi langsung, teknologi, dan uang bergerak antarnegara. Semakin lama, ekonomi negara-negara makin saling bergantung. 

Negara yang terlibat dalam ekonomi global akan memiliki pasar ekspor lebih luas, investasi lebih banyak, pertumbuhan ekonomi tinggi, lapangan kerja bertambah, kemiskinan turun. Singkatnya negara-negara akan makin makmur dalam pasar global yang makin menyatu.

Ketika hidup warganya makin makmur dan ekonominya makin menyatu dengan negara lain, kecenderungan negara untuk konflik akan menurun. Dengan kata lain, orang kaya dan makmur itu cenderung tidak mau terlibat konflik. Bikin rugi. Apalagi jika hidup orang kaya itu saling bergantung.

Pandangan terutama disokong oleh orang-orang liberal komersial. Ada hubungan positif antara ekspansi kapitalisme global dengan perdamaian dunia. 

Bisnis itu membuat negara saling membutuhkan dan menguntungkan. Negara yang mau perang dan menarik diri dari bisnis merugikan diri sendiri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline