Covid-19 telah menjadi pandemi global. Sampai 5 Desember 2021, virus ini telah menginfeksi 265.684.258 diseluruh dunia. , Sebanyak 5.263.719 orang meninggal dan 239.350.562 kasus sembuh (Kompas 5/12/21). Di Indonesia, pandemi ini telah merenggut nyawa 143.863, sedangkan 4,1 juta orang terinfeksi.
Setelah mengalami penurunan beberapa saat, pandemi covid-19 meningkat lagi di beberapa negara. Masa diam ini seperti jeda untuk menyiapkan otot untuk serangan baru. Eropa mencatat lonjakan luar biasa korban baru.
Jerman dipuji-puji karena berhasil mengendalikan gelombang pertama dan kedua. Saat ini, sistem kesehatannya terancam runtuh karena lonjakan kasus baru. Pembatasan pergerakan dilawan dengan demonstrasi masal.
Di tengan lonjakan Eropa, sebuah varian Covid baru meledak Afrika selatan. Varian ini oleh WHO dibaptis nama Omicron, sebelumnya dilabeli B.1.1.529. Sifatnya lebih menular dan dicemaskan akan mampu menyiasati vaksin yang ada saat ini.
Serangan baru ini menimbulkan kecemasan akan masa depan dunia. Tahun 2022 akan disambut dengan fenomena precarity, sebuah situasi yang serba tidak pasti, tak dapat diduga dan menimbulkan rasa tidak aman yang konstan.
Dalam bidang pendidikan, misalnya, kita menghadapi ketidakpastian apakah sekolah akan kembali tatap muka. Apakah sekolah daring menjadi normalitas baru yang mapan. Semua serba ta pasti. Sama seperti tidak adanya kepastian kapan pandemi ini berakhir.
Salah satau pertanyaan yang muncul dari situasi ini adalah soal tatanan global. Apakah pandemic ini akan berujung pada krisis yang mengubah tatanan dunia baru. Apakah kita sedang menantikan kebangkitan superpower (kuasa besar) baru?
Penurunan Pax Americana?
Sejarah menunjukkan bahwa kemunculan kuasa besar selalu didahului oleh dua hal. Pertama, adalah creative destruction menurut istilah Schumpeter, ekonom berkebangsaan Austria. Kemajuan dicapai ketika terjadi penghancuran cara lama oleh inovator.
Ekonomi dikelola dengan inovasi baru melalu penggunaan teknologi baru, pengetahuan baru, produk baru, pasar baru atau sumber input baru.
Inggris menjadi kekuatan hegemoni global karena penemuan mesin uap yang mendorong revolusi industry pada abad 18. Aplikasi mesin uap ke kapal laut melanggengkan posisinya sebagai kekuatan maritime global sampai PD II.