Lihat ke Halaman Asli

Nyoblos

Diperbarui: 16 Februari 2024   15:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Kemarin sewaktu menjadi petugas KPPS pendaftaran, ada beberapa orang dari tps sebelah yang tidak kebagian kartu suara. Mereka disarankan PPS untuk pindah tempat pemilihan ke TPS kami. Kami, KPPS dan Panwas berembug dan disimpulkan mereka bisa memilih di tempat kami karena surat suara masih mencukupi. Alasan mereka pindah tempat memilih adalah beberapa adalah petugas KPPS asal DPT-nya mendahulukan pemilih sebelum mereka sesuai azas pelayanan publik.Ternyata salah satu dari peserta itu adalah mantan murid saya yang tidak hobi salim tangan, juga mungkin lupa dengan saya sebagai gurunya dulu. Namun yang saya ingat dari tipikal murid seperti ini adalah ngototnya untuk didahulukan, padahal proses pendataan untuk pindah tempat memilih agak memakan waktu sedikit sehingga dibutuhkan kesabaran ekstra, termasuk saya yang sudah lelah di siang hari harus konsentrasi untuk mendata agar tidak terjadi kesalahan yang berimbas panjang dalam penghitungan suara.

Murid saya ini, atau mantan murid ini berkata bahwa ia butuh segera karena sebentar lagi masuk kerja. Ohh, alangkah senangnya saya siang-siang panas, konsentrasi tinggi, lalu ada yang memburu waktu dan semacam melimpahkan beban ke saya, rasanya pingin ngremus di tempat maklum saya lulusan tim tatib di sekolah. Sering juga hingga saat ini saya menerima pelimpahan beban kesalahan murid pada guru, mudahnya adalah siapa juga yang ngasi  tugas lalu nagih-nagih, padahal tugas sekolah itu sudah diukur kesulitannya juga waktu pengerjaannya agar tidak terlalu membebani murid agar mereka bekerja dengan riang.

Kembali ke masalah tadi, murid ini memburu-buru agar kami petugas KPPS menyegerakan untuk memberikan dia kartu suaranya untuk dia agar dapat segera masuk kerja. Iseng-iseng seperti biasanya saya basa-basi pada murid, memang tadi ke TPS jam berapa? lalu kamu masuk kerja jam berapa? Lahh, ternyata dia berangkat ke TPS jam 11 dan harus masuk kerja jam 12 siang. Bocah ini kok ya nemen,  

Ngomongo jalokmu piye
Tak turutane tak usahakne
Aku ramasalah yen kon berjuang dewe
Sing penting kowe bahagia endinge...


segala dia yang datang siang, proses KPPS tetap di SOP-nya sehingga dia tidak kebagian dan dipindah, saya, kami yang harus buru-buru?

Saya jadi ingat murid model seperti ini adalah murid yang bercap nakal, dengan gaya belajar cenderung kinestetik, yang sering-sering kalo gurunya tidak menggarap tipikal siswa seperti ini akan saja selalu timbul masalah di dalam kelas saat pembelajaran. Ternyata yang tidak dikelola namun sudah lulus dari sekolah, perkara ini, sikap ini, tetap terbawa di masyarakat, melimpahkan masalahnya sendiri kepada orang lain. Kamu yang telat mau masuk kerja, saya yang harus menerima akibatnya juga. Kesadaran ini lho yang saya heran, kenapa tidak ada di manusia semacam ini ya, mengerti perasaan orang lain, menempatkan diri di tengah orang lain, saya siapa? kamu siapa? kita ada dimana? Saya hanya elus dada, melenguh kayak sapi, oalah nak, kenapa kamu ndak pernah belajar di kehidupan nyata?

maafkan saya.
#duduguru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline