Lihat ke Halaman Asli

Anak Indonesia 'Belum Sejahtera'

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Anak Indonesia 'Belum Sejahtera', mengapa penulis berargumen demikian? karena dari tahun ke tahun memperingati Hari Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli, keadaan sebagian besar anak-anak di Indonesia sama saja. Belum sejahtera dan sama saja disini mempunyai makna yang menyerupai yakni keadaan anak-anak di Indonesia tidak berubah, dan dikatakan belum sejahtera karena masih banyak anak-anak Indonesia yang masih gentayangan di Jalanan, eksploitasi terhadap tenaga kerja anak-anak masih tinggi,  kekerasan pada anak masih sering terjadi, kualitas pendidikan untuk anak yang menjadi hak mereka  di abaikan dan anak-anak Indonesia Selalu ditekan dengan adanya tuntutan harus jadi ini itu, apalagi di SD ada yang namanya UASBN dan Ujian Nasional yang acapkali terganggunya psikologi pada anak. Hal ini yang menyebabkan bobroknya mental anak-anak yang nantinya akan memajukan bangsa ini tau malah sebailknya, tapi seperti inilah yang terjadi di di Indonesia.

Perilaku anak-anak terbentuk dari ia masih dalam rahim sebenarnya, dan dikembangkan pada saat berada di bumi, tapi apa yang terjadi? dari kecil anak-anak, bahkan dari kandungan sudah dihilangkan haknya oleh orangtuanya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tuanya. Kurangnya cakupan gizi yang kurang, malasnya orang tua yang mengecek keadaan janinnya, dan lain-lain. Setelah lahir di dunia ada saja anak yang dibuang karena hasil dari hubungan gelap yang menghasilkan buah hati tapi tidak mau mengakuinya. Anak-anak juga seharusnya mendapatkan asi yang baik selama 2 tahun tapi sudah dialihkan ke susu sapi tidak lama dari waktu lahirnya. Saat menginjak usia balita, anak-anak yang seharusnya bakat dan hobinya dibentuk sehingga mencapai karakter yang diharapkan, tapi hal ini sering diabaikan oleh orang tua si anak yang hanya siap untuk melakukan hubungan intim tapi tidak siap untuk memiliki anak dan memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Kemudian ketika anak masuk ke sekolah, mereka dihadapi dengan kurikulum yang memberikan tekanan dengan gaya mengajar guru yang monoton dari dahulu kala, terus ditambah dengan adanya UASBN dan UN. Hal ini bagi mereka yang masuk sekolah dasar, tapi bagaimana dengan mereka yang sudah dituntut oleh orang tuanya untuk mencari uang, dengan mengarungi jalanan yang kejam. Lalu menginjak remaja, anak-anak menjadi beringas dan melakukan hal yang seharusnya tidak boleh seperti melakukan pornografi. Hak anak-anak terabaikan lagi, orang tuanya tidak mampu memberikan yang terbaik untuk lebih terbuka dan mengajari pendidikan seks dan agama, yang seharusnya menjadi tugas utama orang tua.

Kenapa hal ini sering terjadi, jawabannya adalah disebabkan oleh faktor ekonomi, akhlak dari kurangnya ilmu agama, kemiskinan, kurang mampunya orang tua dalam menguasai skill untuk mengarahkan anak menjadi anak yang terbaik. Penulis bukan menyalahkan orang tua, tapi memang ini hak-hak anak yang sebagian kecil dihilangkan, dan masih banyak hak anak yang harus dirasakan. Selain dari orang tua, masa depan anak-anak Indonesia juga merupakan tanggung jawab pemerintah, yang tidak mampu memberikan tontonan tv dan kurikulum yang terbaik. Tokoh agama, yang sibuk dengan kegiatan politik tapi mengidahkan hak anak-anak untuk mendapatkan ilmu agama yang baik dan lingkungan yang membawa mereka baik atau menjadi tidak baik. Lalu bagaimana dengan anak jalanan? Mereka yang harus diutamakan oleh pemerintah agar dapat pendidikan dan kehidupan yang sewajarnya sebagai anak-anak.

Semoga tulisan ini diperhatikan oleh orang tua, tokoh agama dan pemerintah untuk memikirkan nasib anak-anak Indonesia, karena mereka merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya dan akan menempati posisi anda dan maju mundurnya bangsa Indonesia nantinya ada di tangan Mereka. Semoga bermanfaat dan memberikan makna dan solusi.Salam dari penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline