Lihat ke Halaman Asli

NIKMATUS ZAHRO

Mahasiswi PIPS UIN Malang

Persepsi Keliru terhadap Layanan BK di Sekolah

Diperbarui: 9 Juli 2023   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pelaksanaan layanan BK di sekolah Sumber: Universitas123

Layanan Bimbingan dan Konseling sejak lama telah menjadi bagian penting dari pendidikan di Indonesia. Terhitung sejak 1975, Bimbingan dan Konseling secara resmi diberlakukan di sekolah-sekolah. Dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan  berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan  dan Konseling  untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik  dalam  mencapai kemandirian dalam kehidupannya. 

Meskipun Bimbingan dan Konseling sudah sejak lama ada dan dijelaskan secara rinci dalam perundang-undangan, namun tidak sedikit orang yang belum mengetahui apa dan bagaimana layanan BK di sekolah yang sebenarnya, bahkan ada yang memiliki persepsi keliru terkait layanan BK di sekolah. 

Berikut adalah beberapa persepsi yang keliru terhadap layanan BK di sekolah:

1.Tugas utama konselor/guru BK adalah mendisiplinkan siswa

    Persepsi keliru yang pertama adalah banyak yang menganggap bahwa tugas utama dari konselor/guru BK adalah mendisiplinkan siswa. Padahal sebenarnya tugas utama konselor/guru BK adalah mengetahui dan memahami perilaku serta teknik konseling pada siswa sehingga mampu membantu siswa mengatasi permasalahannya.

2.Layanan BK hanya diperuntukkan kepada siswa yang bermasalah

    Pernahkah kita menganggap bahwa layanan BK hanya diperuntukkan kepada siswa yang bermasalah? Ternyata anggapan tersebut adalah salah satu persepsi keliru terhadap layanan BK di sekolah. Faktanya setiap siswa berhak menerima layanan BK, baik layanan yang dilakukan secara individu maupun kelompok. Persepsi keliru yang menganggap bahwa layanan BK hanya ditujukan kepada siswa yang bermasalah dapat menyebabkan adanya anggapan bahwa siswa yang mendapat layanan BK sudah pasti bermasalah, padahal sebenarnya tidak demikian. Anggapan ini kemudian juga dapat menyebabkan siswa enggan menerima layanan BK karena takut mendapatkan label "siswa bermasalah" dari orang disekitarnya.

3.Penanganan siswa yang bermasalah menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya

     Persepsi keliru terhadap layanan BK di sekolah yang selanjutnya adalah penanganan siswa yang bermasalah menjadi tanggung jawab konselor/guru BK sepenuhnya. Padahal penanganan siswa bermasalah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada konselor/guru BK. Sudah semestinya guru bidang studi, guru kelas, guru BK, tatib, kepala sekolah, tenaga sekolah lainnya, dan bahkan tenaga ahli yang lebih berwenang bekerjasama untuk menangani siswa yang bermasalah.

4.Permasalahan siswa dapat diselesaikan oleh konselor dengan segera dan dalam waktu singkat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline