Di negara kita ada kecenderungan mendewakan ungkapan “Pendidikan itu mahal”, sampai-sampai telinga kita sendiri bosan mendengarnya. padahal memahami makna "pendidikan itu mahal" kita keliru sebenarnya saat ini dalam penerapannya di negara kita. Lantas jika saya katakan demikian pasti banyak dari kita akan bertanya mengapa demikian. Beginilah kisahnya jika harus saya katakan salah pemahaman dan salah mengartikan pendidikan itu mahal. Orang dahulu menggungkapkan kalimat “Pendidikan itu mahal” pada dasarnya bukan berarti harus mengeluarkan biaya yang besar akan tetapi pendahulu kita menslogankan demikian atas dasar pemahaman mereka bahwa benar mengikuti suatu proses pendidikan membutuhkan jerih lelah yang luar biasa, seperti harus berpisah dari sanak saudara dan keluargajuga kedua orang tua, harus mempertaruhkan kehidupannya untuk bisa hidup susah dan menderita tak kenal lelah untuk “belajar mengejar harapan, impian dan cita-cita”. Nahungkapan yang saya tebalgaris bawahilah yang menjadi dasar implikasi pemahaman pendidikan itu mahal.
“belajar mengejar harapan, impian dan cita-cita” ungkapan ini yang patut kita maknai benar sebelum kita jauh kesalahannya dalam memahami pendidikan itu mahal. “Harapan, impian dan cita-cita” menurut saudara apakah ketiga hal tersebut bukannya merupakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya dalam kehidupan sesosok manusia, demikianlah yang mendukung kehadiran ungkapan Pendidikan itu mahal dan bukan seperti yang kita bayangkan selama ini, sehingga harus salah memahami, mengartikan, mengaplikasikan, mentransfer, dan membijakinya.
Saya pribadi kadang merasa binggung dengan pemerintahan kita mana-mana untuk biaya pendidikan semua mahal. Sampai-sampai banyak di antara anak usia sekolah seharusnya masih bisa bersekolah karena ada program andalan pemerintah yang namanya “wajib belajar 9 tahun” yang katanya pemerintah akan benar-benar memprioritaskan dan memperhatikan pada 9 tahun awal perkembangan kemampuan intelektual anak, yakni di jenjang pendidikan SD dan SMP akan tetapi mana buktinya bukan Program “wajib belajar 9 tahun” tapi yang tererealisasi adalah “wajib bayar 9 tahun” apa hal ini tidaklah aneh.
Lebih lanjut saya berpikir sudah tahu pendidikan itu mahal kenapa sih pemerintah menilainya murah di APBN dengan katanya 20% itu pun dalam pengejewantahannya bukan 20% kadang bisa jadi 5 % apakah hal tersebut tidak lebih aneh lagi. Lantas hal inilah yang membuat saya pribadi menjadi lucu saja. Lantas jika demikian jadinya maka sebenranya Mana dan bagaimana serta sejauhmana sih tingkat pemahaman kalangan pemerintah dan masyarakat kita akan arti dari ungkapan “Pendidikan itu mahal” dan juga “wajib belajar 9 tahun” sehingga bisa jadi semacam pemutar balikan fakta dengan kondisi yang diharapkan dari ungkapan tersebut (identik) yakni “Pendidikan itu mahal harganya” dan “ wajib bayar 9 tahun” apa tidak aneh dan kesal masyarakat bangsa ini dengan ulah oknum-oknum pemerintah yang aneh. Dengan menjadikan senjata ampuh dalam mempedaya para Orang tua dengan ungkapan “Pendidikan itu mahal “ sekaligus pengangkal bantahan orang tua untuk pemungutan yang tak tertanggung jawab, di kalangan pendidikan baik TK, SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi.
Akhirnya bertolak dari kesalahan pahaman arti ungkapan orang pintar di negeri kita yakni “Pendidikan itu mahal” dan “wajib belajar 9 tahun”. Saya berharap agar ke depannya nanti pemerintah harus jeli dan tegas serta tepat memilih kebijakan jelas dan bermanfaat . Sehingga kesalahan permanen kita bersama di bidang pendidikan tak berkepanjangan, dan secepatnya tergugah untuk sesegera mungkin menentukan kebijakan yang tidak memberatkan warga bangsa ini dalam memperoleh pendidikan diTanah Air.
Poerta Timoer Nusantara, 12 Feb 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H