Lihat ke Halaman Asli

Kehidupan Sebelum Masuk Sekolah Tinggi Teologi

Diperbarui: 20 September 2024   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Saya adalah perempuan remaja berusia 17 tahun, dan saat ini saya sedang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi. Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar saya kagum dengan film yang menceritakan kisah Yesus Kristus, film tersebut adalah salah satu film favorit saya kala itu. Ketika tiba waktu paskah saya tidak pernah melewatkan film itu, kala itu juga ada pikiran saya terlintas menjadi seorang hamba Tuhan. Tetapi pikiran itu hanyalah pikiran seorang gadis kecil yang belum mengenal Yesus, dia kala itu hanya tahu siapa itu Yesus.

Saya adalah seorang Kristen sejak lahir, diperkenalkan dengan apa itu sekolah Minggu, apa itu berdoa, tetapi hanya sedikit mengenal tentang apa itu doa. Saya selalu berdoa di kala saya sedang kesusahan dan di kala sukacita kadang kala saya lupa untuk bersyukur kepada Tuhan.

Dulu ketika saya naik kelas dari kelas satu SMP ke kelas dua SMP saya tidak pernah beribadah datang ke gereja selama setahun karena saya tidak terbiasa mengikuti ibadah dewasa dan tidak mengerti bahasa yang digunakan gereja karena gereja saya adalah gereja suku. Dan satu ketika saya mempunyai teman lama saya yang mengajak saya untuk ke gereja bersama. Tetapi ketika dia tidak datang ibadah saya juga tidak datang, saya membuat ibadah setiap Minggu itu hanya rutinitas tidak benar-benar mengetahui apa arti ibadah itu.

Sampai beranjak di bangku kelas satu dan dua SMA kehidupan saya sama seperti itu, menganggap ibadah hanyalah sebuah rutinitas yang terkadang saya hanya datang, duduk, mendengar tetapi tidak mengerti. Terkadang saya menghidupi firman itu saya berbuat baik tetapi sering juga jatuh dalam perbuatan jahat. Sering memaki teman saya, sering berkata kasar, sering berbicara buruk dengan orang yang tidak saya sukai, saya juga pernah memakai vape, melawan orang tua, dan saya adalah seorang yang pendendam. Jika seseorang menyakiti hati saya, saya akan sangat membenci orang itu melihat wajah dia pun saya tidak sudi, dan saya berprinsip kala itu bahwa sampai waktu saya di dunia ini habis saya tidak akan mau mengobrol dengan dia. Saya seringkali keluar malam, pulang sekolah tidak langsung pulang tetapi pergi bermain ke rumah teman saya, dan kadang kala saya tidak izin kepada orang tua saya, tidak mengangkat telepon dari orang tua saya.

Biasanya orang-orang yang terpanggil menjadi hamba Tuhan, atau yang ingin masuk sekolah tinggi teologi adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dalam dunia pelayanan, seperti guru sekolah minggu, pemain musik di gereja dan lain-lain, berbeda dengan saya yang tidak punya pengalaman dalam dunia pelayanan, bahkan saya tidak tahu bagaimana orang-orang terpanggil dan mengetahui panggilannya.

Tetapi setelah saya lulus SMA saya dapat merasakan panggilan itu dan saat ini saya bisa sampai dan bersekolah di Sekolah Tinggi Teologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline