Lihat ke Halaman Asli

Nikita Kuntario Pramana Putri

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Alasan Mendesak Dispensasi Perkawinan di Indonesia

Diperbarui: 11 Mei 2023   10:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum perkawinan di Indonesia memiliki syarat-syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu persetujuan kedua calon mempelai, batas minimum usia kawin, larangan perkawinan, dan masa tunggu. Tujuan syarat batas minimum usia kawin dibuat untuk mengurangi jumlah perkawinan dini yang memiliki risiko tinggi terjadi perceraian di kemudian hari serta kesiapan jiwa dan raga para pihak untuk menjalani bahtera rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Masaesa. Namun pada kenyataannya, salah satu syarat perkawinan pada hukum Indonesia yang sering kali disimpangi adalah batas minimum usia kawin dimana sebelumnya diatur pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”

Substansi dari pasal tersebut pun diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 7

(1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.

(2) Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

Dengan berlakunya Perubahan Undang-Undang Perkawinan ini, baik pria maupun wanita yang akan melangsungkan perkawinan seharusnya sudah berusia sembilan belas tahun. Namun, ketentuan dalam pasal tersebut dapat disimpangi dengan meminta dispensasi kepada pengadilan oleh orang tua pihak pria atau wanita jika terdapat alasan yang sangat mendesak disertai bukti pendukung. Pada tahun 2022, jumlah dispensasi perkawinan yang diputus oleh Badan Peradilan Agama (Badilag) adalah sebanyak 50.673 kasus.

Berdasarkan pasal di atas, dispensasi perkawinan dapat dilakukan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung. Beberapa alasan yang diajukan pada praktiknya seperti akibat berpacaran dengan risiko, rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, faktor ekonomi, adat istiadat, dan sebagainya. Pemahaman pada pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan multitafsir yang sangat luas sehingga sering kali disalahgunakan para orang tua atau pihak berkepentingan untuk mengawinkan anak-anak mereka agar beban ekonomi mereka berkurang, padahal menafkahi dan memberikan kebutuhan anak merupakan kewajiban dasar sebagai orang tua. Kebijakan hakim pun dalam mengambil suatu putusan dipengaruhi wilayah hukumnya sehingga masih terdapat daerah yang memiliki cukup banyak kasus perkawinan di bawah umur walaupun alasan dispensasi kawin tidak mendesak dengan alasan adat dan budaya setempat.

Alasan yang sangat mendesak dalam dispensasi perkawinan menurut Penulis sendiri adalah kehamilan di luar nikah karena akan berdampak pada status hukum anak yang dilahirkan sehingga dikhawatirkan akan terjadi kerugian bagi anak yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu, diperlukan adanya peraturan yang bersifat limitatif dalam undang- undang perkawinan mengenai alasan dispensasi perkawinan sehingga para pihak yang berkepentingan tidak dapat mengajukan dispensasi perkawinan dengan alasan-alasan yang sebenarnya tidak mendesak bagi calon pasangan. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka dispensasi perkawinan yang diakibatkan kehamilan di luar nikah adalah dengan melakukan edukasi seksual pada remaja agar terhindar dari berpacaran dengan risiko melalui penyuluhan di sekolah, menonton film, atau platform media sosial yang lebih mudah untuk diakses para remaja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline