Dua pekan berlalu sejak saya pulang dari Paris, Perancis. Saya masih takjub bisa sampai Paris dan menemukan jalan pulang. Ini negara atau tempat yang tak pernah saya bayangkan untuk saya kunjungi. Terus terang saya cukup tahu diri sehingga memang tidak terlalu berharap bisa pergi ke luar negeri. Kecuali ke Tanah Suci Mekkah, memang diniati sama suami dan antre sejak 2013.
Ketika kawan-kawan masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) memutuskan saya yang harus ke Internet Governance Forum (IGF) di UNESCO Headquarters, Paris yang disponsori Google Indonesia, saya kelabakan. Paspor aja gak punya. Mana waktunya hanya dua minggu untuk urus semua. Dan parahnya ketika daftar paspor secara online, gagal mulu. Ternyata sistem data kantor imigrasi lagi down. Ditunggu empat hari enggak nyala. Saya pun putus asa dan menyerahkan ke Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho (Mas Zek) agar mengirim orang lain saja. Oleh karena urus visa, tiket, asuransi perjalanan, booking hotel mustahil dilakukan tanpa paspor.
Tapi Mas Zek itu orang yang optimis. Dia bilang tunggu sehari lagi. Semoga sistem imigrasi nyala. Eeeeh... dia benar. Sistem imigrasi selesai dibenahi dan singkat cerita saya punya paspor. Kabar baik ini langsung ditindaklanjuti dengan memesan tiket pesawat, mengurus asuransi perjalanan dan booking hotel.
Tantangan berikutnya adalah urus visa. Saya banyak dibantu kawan saya yang seorang travel blogger, mas Haryadi Yansyah (Yayan). Saya bolak balik membaca blognya tentang pengalaman mengurus visa UK dan Schengen berkali-kali sampai khatam. Syarat urus visa ini banyak sekali. Undangan dari lembaga pengundang, surat sponsor dari lembaga yang menanggung biaya, salinan tiket, bukti booking hotel, asuransi perjalanan, referensi hotel, surat izin suami, rekening koran, itinerary, FC KTP, kartu keluarga, akte kelahiran beserta salinannya berbahasa Inggris akta lahir dan pas foto yang ukuran dan warna background-nya yang telah ditentukan.
Saya sudah mulai mengumpulkan walau belum mendapat kepastian soal paspor. Jadi ketika paspor siap, syarat-syarat mengurus visa dalam waktu singkat pun saya pegang semua. Kalau mau tahu syaratnya apa saja lengkap dengan prosedur mengurus visa A-Z, silakan baca sendiri blog Mas Yayan.
Walau syarat sudah di tangan, tapi tinggal tersisa 5 hari kerja untuk urus visa. Mana mesti ke Jakarta beberapa kali kalau diurus sendiri. Karena waktu mepet dan saya tak mungkin bolak balik ke Jakarta, akhirnya saya pakai jasa agen yang direkomendasikan kawan walau biayanya berlipat. Saya tetap ke Jakarta sih, tapi cuma sekali buat rekam biometrik untuk sidik jari dan iris mata. Setelah itu saya menunggu. Deg-degan sekali rasanya.
Hati pun langsung plong begitu agen visa di Jakarta mengabari bahwa paspor saya sudah diambil dan terdapat stiker tanda permohonan saya dikabulkan. Alhamdulillah sekali, mengingat tak mudah mendapatkan visa dengan pintu masuk Perancis, setelah aksi terorisme beberapa waktu lalu. Semua juga tak lepas dari dukungan Bunda Judith Samantha, Bapak Komandan Johny Isir, mamih cantik Catharina Widyasrini dan juga kawan kecil saya, Didik Ariyanto.
Hari Jumat visa dikabulkan, langsung pesan tiket pesawat buat hari Sabtu ke Jakarta, dan sudah bawa koper buat ke Paris. Di waktu yang sudah mepet saya banyak membaca segala sesuatu tentang Paris. Lokasi-lokasi yang akan saya kunjungi, tentang saran transportasinya dan informasi cuaca di sana. Kebetulan saat saya ke sana pas masuk winter. Untung saja suami pernah ke Korsel saat musim dingin, jadi perlengkapan musim dingin bisa saya pinjam. Tak lupa saya juga memesan pocket wifi Eropa karena butuh online terus terutama untuk membuka Google Maps.
Saya menginap semalam di Jakarta. Sabtu Subuh saya sudah menuju Airport Soeta. Sesaat setelah check in dan sebelum menuju ruang tunggu Qatar Airways, saya ketemuan dengan mbak yang menyerahkan pocket Wifi pesanan saya. Ini perjalanan yang menggetarkan dan penuh tantangan bagi saya. Karena baru pertama kali saya ke luar negeri, pergi sendirian dan langsung ke tempat yang sangat jauh. Beruntung ada orang-orang baik yang saya temui sepanjang perjalanan. Mereka dengan senang hati membantu dan memudahkan perjalanan saya.
Saat check in di counter Qatar Airways pada Airport Soeta, saya ketemu Ibu Iya alias Ibu Salma. Dia pembantu rumah tangga ex Presiden Qatar. Sudah bolak balik Indonesia-Qatar. Dari dia saya sedikit tahu tentang negara Qatar, tempat saya transit sebelum menempuh perjalanan Qatar-Paris. Sayang Ibu Iya sendiri malah gagal berangkat karena di Bagian Imigrasi dia bermasalah. Identitasnya tidak sama dengan nama di visa. Dia punya ID card (KTP) Qatar dan di situ namanya berubah menjadi Salma.
Di dalam pesawat, saya beruntung karena sebelahan dengan orang Indonesia bernama mas Wardi. Dia orang asli Sukoharjo yang bekerja sebagai teknisi di sebuah perusahan di Surabaya. Dia pergi ke berbagai negara yg membutuhkan keahlian khusus yg dimilikinya dan karenanya dia berkesempatan keliling dunia. Keren!
Pesawat Qatar Airways sangat nyaman. Yang melayani pramugara berkulit putih. Dia tidak membiarkan para penumpang kelaparan. Sebentar-sebentar ditawari makanan atau minuman. Perjalanan ke Qatar berdurasi 8 jam. Transit 2 jam di Airport Hamad, Qatar, saya sempat khawatir karena di waiting room saya ketahui perjalanan ke Paris dipenuhi bule. Sempat diajak kenalan mas-mas bule dan dia janji akan menunjukkan saya jalan saat tiba di Paris. Tapi ternyata tempat duduknya di pesawat sangat jauh. Gagal deh.