Empat orang warga negara Indonesia (WNI) yang disandera Abu Sayyaf akhirnya dibebaskan. Presiden Joko Widodo mengumumkan kabar baik ini, Rabu (12/5/2016), petang di Istana Negara. Menurut Presiden, 4 WNI yang disandera kelompok bersenjata di Filipina dibebaskan dalam keadaan sehat dan segera kembali ke Tanah Air. Saat ini para sandera telah berada bersama otoritas Filipina dan akan diserahterimakan kepada pemerintah Indonesia.
Presiden berterima kasih kepada pemerintah Filipina atas kerja sama yang baik dalam dua kali pembebasan WNI. Pembebasan itu tak lepas dari inisiatif Indonesia untuk menyelenggarakan pertemuan trilateral di Yogyakarta yang baru lalu. Operasi pembebasan ini adalah salah satu wujud implementasi semangat pertemuan tersebut.
Mungkin publik penasaran siapa yang paling berjasa dalam aksi pembebasan para WNI itu, seperti halnya rebutan klaim paling berjasa yang sebelumnya terkait 11 sandera lainnya yang dibebaskan lebih dulu. Baiklah berdasarkan sumber yang saya peroleh di Istana, kali ini memang ada beberapa sosok yang berperan dalam pembabsan 4 WNI.
Yang pertama adalah Agus Dwikarna. Anda ingat Agus Dwikarna? Dia dikenal sebagai pengusaha yang sempat ditahan Pemerintah Filipina selama 12 tahun. Bagaimana Agus sampai bisa ditahan di Filipina selama itu? Ceritanya panjang. Agus bersama dua rekannya Tamsil Linrung dan Abdul Jamal Balfas pada 11 Maret 2002 hendak bertolak ke Bangkok dari Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, Filipina. Tiga orang pengusaha daerah asal Sulsel itu ada urusan bisnis di Bangkok.
Pertemuan bisnis itu gagal lantaran aparat kepolisian dari Satuan Tugas Sanglahi (penanganan terorisme) Filipina menahan ketiganya. Singkat cerita, Balfas dan Tamsil bebas, namun Agus tidak. Sebab di salah satu kopor ditemukan bahan peledak C4 dan di tas tangan Agus ada gulungan kabel. Keberadaan benda-benda ini dinilai melanggar Dekrit Presiden 1866 yang telah diamandemen oleh Undang-Undang Republik 8294 tentang pemilikan senjata api, amunisi, dan bahan peledak secara ilegal. Soal adanya dugaan rekayasa dalam kasus Agus, merupakan cerita tersendiri. Agus bebas dan pulang ke Indonesia tahun 2004.
Nah Agus Dwikarna fasih berbahasa Tagalog karena telah memakai bahasa itu bertahun-tahun. Dia diminta Kemenlu untuk membuka jalan dan komunikasi dengan pembajak kapal yang ditumpangi para WNI. Aguslah yang mengidentifikasi dan berkomunikasi langsung dengan pihak pembajak (kelompok bersenjata Abu Sayyaf).
Ibu Menlu Retno merupakan simpul pembebasan itu, walau tidak secara langsung. Dalam hal ini yang paling aktif dalam langkah pembebasan adalah Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal. Pak Iqbal dibantu staf Kedutaan RI di Manila, Teddy yang juga fasih berbahasa Tagalog. Teddy juga berperan penting karena dia sampai harus bergaul dengan orang-orang dari kelompok bersenjata pimpinan Abu Sayyaf dan MNLF.
Namun tentu saja pembebasan sandera tak akan terwujud bila tak ada kerja sama berbagai pihak. Oleh karena itu tak berlebihan bila kita ucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia, Bu Menlu Retno, Agus Dwikarna, Pak Lalu Muhammad Iqbal, Bung Teddy dan semua yang mendukung pembebasan saudara-saudara kita yakni 4 orang WNI dan juga semua pihak yang mendukung pembebasan 11 sandera sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H