Lihat ke Halaman Asli

Niken Satyawati

TERVERIFIKASI

Ibu biasa

Kegaduhan Politik Belum Berlalu

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1427624361970662932

[caption id="attachment_406296" align="aligncenter" width="539" caption="Presiden Jokowi panen raya di Wonogiri, baru-baru ini. (Foto dari page Facebook Info Seputar Presiden)"][/caption]

Kegaduhan antarpendukung calon presiden sempat mewarnai  atmosfer Tanah Air menjelang Pilpres tahun 2014. Pilpres telah usai, presiden baru Republik Indonesia telah dilantik. Namun kegaduhan ternyata belum juga selesai. Kegaduhan tetap berlanjut bahkan ketika Presiden Joko Widodo sudah sah alias secara resmi menjabat sebagai kepala negara, sekitar lima bulan yang lalu.

Presiden Joko Widodo terus saja dicerca, dihina, dimaki oleh sebagian kalangan masyarakat. Cercaan, hinaan dan makian yang senada, serupa dan sama bentuknya dengan saat menjelang Pilpres. Postingan status nyinyir, berbagai mime, dan juga mime yang sengaja dibuat untuk melecehkan kepala Negara. Pelakunya juga orang yang sama. Orang-orang yang bermain isu apapun untuk mendiskreditkan pemerintah. Dari isu yang memang penting untuk diangkat hingga yang gak mutu seperti soal dasi yang nyelip. Cercaan dan makian semakin intens akhir-akhir ini dengan  isu yang lebih panas dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan diikuti kenaikan harga BBM sebagai akibatnya.

Media berita cetak abal-abal Obor Rakyat boleh mati. Namun media online yang isi kontennya sejenis Obor Rakyat versi lain, muncul tiap hari. Berita-berita dari portal tersebut banyak ditautkan dan menghiasi postingan status maupun komentar di media-media sosial. Bila dilihat lebih dekat, dengan melihat judul dan keseluruhan kontennya, portal-portal itu memang sengaja dibuat untuk mendiskreditkan Presiden dan pemerintahan saat ini. Sebuah usaha yang dilakukan secara masif dan sistematis untuk memperkeruh suasana.

Di iklim demokrasi, siapapun memang bebas berbicara, mengemukakan pendapatnya. Namun tentu saja hal itu tidak bisa dilakukan dengan sebebas-bebasnya. Ada nilai-nilai dan juga etika serta visi yang membatasi kebebasan. Masyarakat yang etis dan visioner tidak akan sengaja berbuat gaduh untuk memperkeruh suasana dengan terus-menerus dan membabi buta menyerang presidennya sendiri secara pribadi dan pemerintahan pada umumnya, seakan-akan tidak ada hal benar yang dilakukan dan pantas dihargai.

Masyarakat yang hati dan pikirannya terbuka, well informed dan cerdas bisa melihat siapapun presidennya, tidaklah gampang mengelola negara Indonesia yang sudah salah urus dari sononya. Presiden bukanlah tukang sulap yang bisa mengatakan “sim salabim” dan semua keadaan membaik seketika. Pemerintahan Presiden Jokowi baru lima bulan berjalan. Pemerintah baru mulai  bekerja, namun terus saja dihujat dan dicerca.

Tanpa menafikan hal-hal baik yang sudah dibuat pemerintahan sebelum Presiden Jokowi, orang bisa memutar kembali memorinya ke masa lalu. Pembusukan negara ini telah berjalan puluhan tahun. Presiden-presiden sebelum ini juga bukan sosok yang sempurna. Beberapa menteri  terkena kasus, belum lagi wakil rakyat, kepala daerah dan birokrat di daerah. Kebanyakan kasus mereka adalah korupsi. Oleh karena korupsi sudah membudaya dan bahkan menjadi ideologi bagi sebagian birokrat kita.

Saat ini, yang dibutuhkan  adalah kesadaran untuk mengakui bahwa memang negara yang di ambang kehancuran ini membutuhkan perbaikan. Kita juga harus menyadari bahwa usaha untuk itu tidaklah mudah. Semua butuh waktu dan proses, karena proses pembusukannya juga berlangsung lama dan sistematis. Bisakah dengan kerendahan hati kita melihat selama lima bulan ini memang telah terjadi upaya perbaikan-perbaikan itu? Kendati tidak ada jaminan bahwa perbaikan  yang dilakukan selama lima bulan ini sudah berjalan sempurna, namun tentu orang yang mata hatinya jernih bisa melihat bahwa apa yang dilakukan Presiden Jokowi dan para pembantunya lima bulan ini tidak sebegitu seburuknya, seperti diwartakan media-media penghasut itu, yang seolah-olah menyatakan tidak ada perbaikan sama sekali yang dilakukan.

Kegaduhan yang terus berlanjut akhir-akhir ini, sedikit banyak menganggu stabilitas politik, dan pada gilirannya menghambat proses perbaikan itu. Mari terus sampaikan kritik. Sampaikan kritik secara santun, dan bukan dengan cara melecehkan, memaki dan mencerca terus-menerus agar Presiden dan para pembantunya bisa memperbaiki negara ini dengan lebih cepat dan agar kemanfaatannya segera bisa dinikmati bersama.

Sebaliknya, terus-menerus berusaha memperkeruh suasana akan menjadi hal yang kontraproduktif bagi bangsa Indonesia. Tentu hati kecil kita tidak ingin melihat negeri ini rusuh, yang akhirnya akan menggiring timbulnya korban-korban dari masyarakat yang tak berdosa. Anak-anak tak bisa ke sekolah karena negara tidak aman, orang-orang tak bisa bekerja dan ekonomi warga akan terkena dampaknya. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah terus kritis namun proporsional. Ciptakan suasana kondusif dan beri kesempatan Presiden dan para pembantunya bekerja. Pemerintahan baru berjalan lima bulan. Siapapun yang mata hatinya terbuka tentu setuju, bahwa terlalu dini untuk menyimpulkan mereka telah gagal.

Salam NKRI Raya.

Solo, 29 Maret 2015




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline