Lihat ke Halaman Asli

Niken Satyawati

TERVERIFIKASI

Ibu biasa

Satu Alamat untuk Gereja dan Masjid; Wujud Indahnya Kebersamaan

Diperbarui: 21 Juli 2015   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1350739402235362020

 

[caption id="attachment_218901" align="aligncenter" width="576" caption="Masjid Al Hikmah dan Gereja Kristen Jawa Joyodiningratan. (kredit foto: Niken Satyawati)"][/caption]

Yang tinggal di Solo barangkali sudah tahu atau minimal pernah lewat Jl Gatot Subroto, sebuah jalan raya cukup besar yang membelah Kota Solo bagian selatan. Tepat di kampung Joyodiningratan di sisi sebelah barat jalan itu, ada pemandangan cukup unik, yaitu dua bangunan tempat ibadah, berupa masjid dan gereja.Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah.

Apa yang unik dari kedua bangunan itu? Tak lain adalah letaknya yang tepat bersebelahan, bahkan berbagi tembok. Gereja dengan simbolnya berupa salib, dan masjid  simbol berupa kubah dan bintang-bulan ada di lokasi yang berdempetan.  Lebih unik lagi karena alamat untuk kedua bangunan ini sama, yaitu Jl Gatot Subroto 222.

Berbagai sumber dan literatur  menjelaskan, gereja dibangun terlebih dahulu, pada tahun 1939. Bermula dari adanya komunitas Kristen yang tinggal di Solo bagian selatan, namun beribadah di GKJ Margoyudan yang ada di Solo bagian utara. Kemudian komunitas ini membeli tanah milik H Zaini di Joyodiningratan untuk mendirikan bangunan gereja. H Zaini sendiri masih memiliki sebagian tanah di lokasi tersebut.

Pada tahun 1947, sisa tanah milik H Zaini diwakafkan untuk dibangun tempat ibadah bagi komunitas muslim di kawasan itu. Maka jadilah dua tempat ibadah berbeda yang menempati satu pekarangan. Menyadari adanya potensi konflik, kedua komunitas beda keyakinan ini sepakat untuk hidup berdampingan dengan selalu menjaga toleransi. Hal ini ditandai dengan bangunan prasasti dalam bentuk tugu lilin setinggi satu meter yang ada tembok antara kedua bangunan tersebut.

Warga muslim setempat, Is Ariyanto, menceritakan, prasasti itu bukan simbol semata. Nilai kerukunan, kebersamaan dan toleransi benar-benar telah merasuk pada dua komunitas beda keyakinan ini. Suatu ketika, pernah Hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari Minggu. Umat Islam berduyun-duyun menuju masjid Al Hikmah melaksanakan ibadah Salat Id yang hanya dilaksanakan sekali dalam setahun. Sementara gereja tampak sepi.

Pimpinan GKJ ternyata sengaja memindah jadwal kebaktian yang biasa dilaksanakan pada Minggu pagi, demi menghormati umat Islam yang merayakan Idul Fitri. Warna nonmuslim juga membantu persiapan Hari Raya Idul Fitri, bahkan ikut bersedekah saat takmir masjid mengumpulkan zakat fitrah. Sementara itu saat Natal tiba, sudah menjadi kebiasaan, warga muslim ikut membantu persiapan Natal di GKJ Joyodiningratan, dan pemuda masjidlah yang kemudian mengurusi keamanan dan parkirnya. Saat Lebaran, sudah turun temurun warga nonmuslim mengirimkan parcel  kepada warga muslim. Gantian saat Natal, warga muslim mengirim parcel kepada warga nonmuslim.

Ketika Bulan Ramadhan tiba, biasanya gereja ikut menyediakan makanan dan minuman untuk buka puasa di Masjid Al Hikmah. Warga berbeda keyakinan ini juga sudah terbiasa bahu-membahu untuk urusan kemanusiaan. Misalnya saat ada gempa besar yang menimpa wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, mereka bersama-sama mengumpulkan bantuan, dan mengirimkannya kepada korban gempa. Is Ariyanto juga menjelaskan, selama 30-an tahun tinggal di kawasan itu belum pernah ada konflik antara komunitas Kristen dan komunitas Islam di kawasan tersebut. Turun temurun warga menanamkan nilai toleransi, sehingga kebersamaan dan kerukunan menjadi hal yang harus diutamakan.

Sebagai seorang muslim, saya sendiri mencoba menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan toleransi, karena di dalam ajaran agama saya hal itu diperintahkan. Dalam Alquran, tersebut sebuah ayat yang sangat terkenal:  "lakum diinukum waliyadiin", artinya "bagimu agamamu, bagiku agamaku". Saya memaknainya bahwa keyakinan sangatlah privat,  urusan masing-masing. Agama saya juga mengajarkan bersikap tasamuh, yaitu: "sabar dan menghargai pendapat orang yang berbeda keyakinan bahkan yang menyembah selain Allah sekalipun, tidak mencela atau bahkan menyerang hingga membuat perasaan mereka sakit".

Sikap tasamuh ini dituangkan dalam Surat Al An'am ayat 108 yang berbunyi: yaitu: "Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline