Lihat ke Halaman Asli

niken nawang sari

Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Berburu Buku dan Obrolan Patjar di Hari Terkahir Festival Patjar Merah

Diperbarui: 13 Maret 2019   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

buku-buku di Festival Patjar Merah . dok : Dimas Anggoro

Sebuah buku bagiku adalah harta yang sangat berharga. Perjuangan dalam mendapatkan sebuah buku sering kali merupakan sebuah perjuangan yang tidak mudah. 

Mengumpulkan uang sedikit demi sedikit demi membeli buku kumpulan soal ujian nasional, atau meminjam buku di perpustakaan sering aku lakukan semasa sekolah menengah. 

Beruntunglah hidup di masa sekarang, karena festival buku seperti Patjar Merah memudahkan kita untuk membeli sebuah buku yang diidam-idamkan tanpa harus repot.

Patjar Merah dibuka mulai pukul 09.00, kami kepagian sampai sana jadi belum dibuka. dok : Dimas Anggoro


Pagi yang cerah di tanggal 10 Maret 2019, menyuntikkan semangat untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumah dan meluncur ke Patjar Merah.

"Udah hari terakhir nih, dapet nggak ya buku yang bertema sejarah?", tanyaku dalam hati sambil mempersiapkan totebag yang akan di bawa ke Patjar Merah. 

Letak festival literasi kecil dan pasar buku Patjar Merah ternyata tidak jauh dari rumahku, hanya berkendara sekitar 15 menit saja dengan melewati sekitar 2 lampu merah. Lebih tepatnya festival ini berlokasi di sebuah eks gudang buku, Jl.Gedong Kuning 118 Yogyakarta. 

Patjar Merah mengambil nama seorang tokoh dalam buku karya Matu Mona berjudul "Patjar Merah Indonesia". Tokoh Patjar Merah ini identik dengan Tan Malaka yang sudah berkeliling Asia,Eropa dan Amerika untuk membebaskan sebuah bangsa dari belenggu penjajahan seperti Indonesia. 

Nama ini kemudian diambil untuk sebuah festival literasi dan pasar buku sebagai simbol semangat gerakan membaca dan menulis di Indonesia.
Patjar Merah sudah dibuka sejak tanggal 2 Maret 2019 sampai 10 Maret 2019. 

Penggagas festival Patjar Merah adalah Windy Ariestanty (editor & founder writingtable), Irwan Bajang ( editor & founder indie book corner) dan Tommy Wibisono ( founder @warningmagz & @katalika_project).

Gagasan untuk mengadakan Patjar Merah berasal dari keprihatinan para pegiat literasi yang melihat adanya pergeseran kultur dari buku teks ke buku digital. 

Sebuah pergeseran kultur ini yang sepertinya membuat Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei oleh Central Connecticut State University, melalui sebuah studi bernama The World's Most Literate Nations---studi menyangkut tinggi rendahnya minat baca---pada tahun 2016.

Menginjakkan Kaki di Patjar Merah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline