Sebuah keindahan bangunan rumah yang sudah ditelan oleh jaman, meninggalkan sisa-sisanya berupa gable kayu yang masih tersusun rapi. Warna yang pudar menandakan bahwa gable kayu yang bagian bawahnya mirip gigi taring ini sudah lama digunakan di bagian depan bangunan rumah tersebut.
Gable kayu pudar tadi juga sudah teruji dengan terpaan angin, hujan, dan sengatan sang surya sekitar satu abad lamanya.
Tetapi saat melihat bentuk bangunan rumah bergaya chalet ini masih berdiri kokoh, membuat hati bertanya-tanya ada sejarah apa disini?Mungkinkah rumah-rumah tua yang berderet di kawasan Tanjung Tirto ini merupakan bagian dari sebuah kompleks pabrik gula?
Pada masa kolonial, wilayah Yogyakarta yang merupakan salah satu kerajaan di Vorstenlanden ternyata memiliki banyak pabrik gula. Salah satunya adalah PG Tanjungtirto yang terletak di desa Tanjung Tirto, kecamatan Berbah, Sleman.
Tetapi walaupun wilayahnya terletak di kecamatan Berbah, kadang PG ini disebut juga PG Kalasan.
Hal ini terjadi karena di utara pabrik gula terdapat stasiun Kalasan yang saat itu digunakan untuk transit berkarung-karung gula dari pabrik ke gerbong kereta api. Selain itu memang kawasan PG Tanjung Tirto sendiri berdekatan dengan wilayah kecamatan Kalasan.
Sedikit mengenai stasiun Kalasan yang dahulunya sangat sibuk dengan pengangkutan gula dari PG Tanjung Tirto, Stasiun Kalasan saat ini dalam keadaan tidak aktif. Hal ini dikarenakan setelah pembuatan jalur rel ganda, tidak ada lagi kereta yang berhenti di stasiun tersebut. Selain itu, stasiun tampak tidak terawat dengan adanya vandalisme di tembok-temboknya.
Menurut blog jejak kolonial yang dituliskan oleh mas Lengkong, sebelum tahun 1874 PG Tanjung Tirto dimiliki oleh Wiesemen dan Broese van Groenau. Seiring dengan beroperasinya PG Tanjung Tirto, maka keuntungan-keuntungan yang mengalir juga digunakan untuk menjalankan program-program sosial.
Salah satunya dengan dibangunnya rumah sakit pembantu (helpziekenhuizen) pada tahun 1922 dan sekolah pertukangan (ambatchshool) pada tahun 1928. Pada upacara pembukaan sekolah pertukangan, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menanam pohon beringin yang disaksikan oleh Sri Paduka Paku Alam VII dan residen Yogyakarta, P.W. Jonquiere.
Cobaan terhadap PG Tanjung Tirto terjadi saat malaise melanda Hindia-Belanda di tahun 30-an. Hal ini mengakibatkan pengelolaan PG Tanjung Tirto ini dilebur dengan PG Bantul.
Pernyataan ini tercantum dalam sebuah surat kabar Het nieuws van der dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 7 November 1933 bahwa administrateur PG Tanjung Tirto Ir. O. Jansen van Raay diberhentikan oleh dewan direksi per 1 November. Kemudian kepala administrateur PG Bantul yaitu F. Moorman diangkat untuk menggantikan kedudukan tersebut.