"Kutho Wates mas nang Kulon Progo"
"Kutho cilik ing tlatah Ngayogyakarta"
"Katon resik sinawang pancen tinoto"
(Manthous)
Alunan lagu campursari berjudul Geblek Wates karya Manthous ini membuat saya sering merindukan kota Wates. Bagaimana tidak, kenangan masa kecil saya tentang kota Wates masih terekam jelas.
Ya menginjakkan kaki di kota Wates sebenarnya seperti mengulang kenangan masa kecil di setiap mudik ke Kulon Progo bersama ibu. Kenangan itu kini kadang beradu dengan kenyataan tentang wajah kota Wates yang semakin membuat saya penasaran.
Terlahir di wilayah Kulon Progo bukan jaminan bahwa saya mengenal dengan baik sejarah kawasan ini termasuk mengenal kota Wates sebagai ibu kota Kabupaten Kulon Progo. Bagi saya kecil, kota Wates adalah sebuah kota yang bersih dan tertata dengan banyak jajanan pasar dan andong yang berjajar rapi di sebelah timur pasar Wates.
Sebagian masa kecil saya dihabiskan di perantauan bersama orang tua, jadi perkenalan saya dengan k
ota Wates hanya sebatas kota transit, tempat turun dari kereta dan jajan di pasar Wates. Hingga saat remaja, saya berkesempatan mengenyam pendidikan di wilayah paling barat Kulon Progo tapi tetap saja tidak bisa mengenal sejarah Kulon Progo dengan baik apalagi kota Watesnya.
Ada satu hal yang paling saya ingat ketika memasuki kota Wates yaitu patung Nyi Ageng Serang yang ada di Karang Nongko. Ibu pernah bercerita bahwa Nyi Ageng Serang adalah sosok pahlawan nasional yang berasal dari Kulon Progo.
Relief di bawah patung menggambarkan perjuangan seorang Nyi Ageng Serang melawan penjajah, namun sayang saat ini relief tersebut sudah tidak ada dan patung Nyi Ageng Serang diatas tugu tinggi sehingga tidak terlihat jika kita tidak mendongakkan kepala.
Berangkat dari keingintahuan mengenai sepak terjang Nyi Ageng Serang membuat saya juga semakin penasaran dengan apa saja yang sudah pernah terjadi di kota Wates dan sekitarnya.