Lihat ke Halaman Asli

niken nawang sari

Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

[FITO] Di Dalam Rumah Besar

Diperbarui: 25 Agustus 2016   03:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pic by Desol

Aku berjalan gontai menuju sebuah rumah besar  yang tidak kuanggap sebagai rumah. Semua penghuninya mempunyai penyakit khawatir yang berlebihan dengan kepergianku. Ya jelas mereka khawatir karena tidak ada yang mengerjakan pekerjaan rumah.  Tetapi apa dayaku ketika keadaan memaksaku untuk menjadi bagian dari rumah itu. Ah rasanya ingin aku pergi saja meninggalkan rumah besar dengan para penghuninya yang ruwet ini. Tetapi bagaimana nanti dengan ibuku yang jauh disana. Ah ibu, hanya engkau yang mampu menguatkanku untuk tetap tinggal disini. Tapi aku janji setelah perjanjian setan ini selesai, aku tidak akan pernah membiarkan siapapun memisahkanku denganmu lagi.

“Aku pulang”, sapaku sambil mendorong pintu masuk. Disana sudah terlihat para penghuninya duduk bersama di ruang tamu. “Mati aku, ada apa ini?”, bisikku pada diri sendiri. Rasa kaget bercampur deg-degan dan takut membuatku mulai mengucurkan keringat dingin.

“Duduk!”

Kemudian aku duduk di tempat dimana aku seperti seorang tersangka yang akan dihakimi oleh seluruh penghuni rumah. Diujung sana kulihat kedua orang yang ku hormati duduk dan menatap tajam. Mereka saling berbisik sambil sesekali melihatku.

Brakkk

Tiba-tiba sebuah buku diary dilempar ke meja tengah dan gebrakan meja juga  membuatku kaget setengah mati seolah jantungku mau copot saat itu juga. Bagian dari diary itu diberi garis merah agar lebih terlihat mencolok.

“Maumu apa nulis kayak gini? Kamu ini anak macam apa?!”

Aku melihat itu tulisanku semalam. Tulisan seorang anak yang memang sangat menginginkan kedua orang tuanya berpisah. Aku dalam keadaan sadar menuliskan tentang ini karena aku melihat perlakukan bapak kepada ibu dan anak-anaknya seperti apa. Aku seorang saksi dan korban KDRT verbal maupun fisik yang mencurahkan keinginannya dalam sebuah buku diary, kini dihakimi oleh penghuni rumah besar yang notabene adalah keluarga bapakku. Ku tegapkan badanku, ku siapkan kata-kata untuk biacara tanpa ada airmata yang keluar. Tetapi

Plakkkk

Gelap yang kurasakan ketika sebuah tangan mendarat di kepalaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline