Lihat ke Halaman Asli

niken nawang sari

Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Jejak Kolonial di Kota Semarang: Menikmati Keindahan Lawang Sewu

Diperbarui: 13 Agustus 2016   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gedung lawang sewu"][/caption]

Semarang merupakan kota pelabuhan yang terletak di Jawa Tengah memang memiliki banyak bangunan tua yang merupakan jejak kolonial. Bahkan Semarang memilki kota lama yang dikenal sebagai Little Netherland yang sudah saya bahas di artikel sebelumnya. Namun landmark kota ini adalah Lawang Sewu, gedung peninggalan kolonial yang sempat terbengkalai dalam waktu lama hingga akhirnya dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). 

Jika ada pertanyaan kenapa yang mengelola adalah PT KAI, jawabannya tentu karena di gedung ini juga cikal bakal PT KAI berdiri. Gedung ini dulunya milik NISM (Nederland Indische Spoorweg Maatscapij) salah satu perusahaan kereta terbesar milik swasta di Nederland Indie (Indonesia). Letak gedung di jalan Pemuda, dekat dengan bundaran Tugu Muda, kota Semarang.

Pada saat akan membuat Lawang Sewu, direksi NISM menghubungi profesor Jakob F Klinkhamer dan B.J Ouëndag untuk membuat rancangan gedung NISM, perancangan semuanya dilakukan di Amsterdam baru cetak birunya dibawa ke Semarang. Jadi yang merancang gedung ini tidak pernah datang ke Semarang untuk melihat hasil rancangannya. 

Pembangunan dimulai tanggal 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de Nederland Indische Spoorweg Maatschappij. Gedung ini mulai dibuka untuk kantor pada tahun 1907 dan benar-benar selesai dibangun pada tahun 1919. Gedung NISM ini hingga sekarang terkenal dengan nama Lawang Sewu karena memilki banyak pintu dan jendela yang besar sehingga seolah-olah seperti pintunya sampai sewu (seribu).

Lawang Sewu dengan gedung A sebagai gedung utama yang dapat dilihat dari jalan raya dan memiliki beberapa menara.  Gedung ini berbentuk huruf L, di lantai 2 gedung utama terdapat kaca patri yang menceritakan kemakmuran dan keanekaragaman hayati di tanah Jawa, kemudian juga menceritakan bahwa saat itu Semarang dan Batavia berada di bawah kekuasaan kerajaan Belanda.  

Kaca patri ini bukan replika tetapi asli didatangkan dari Belanda. Sebelum tangga di dekat kaca patri menuju lantai 2 terdapat sebuah prasasti menggunakan batu marmer sebagai penanda pembangunan Lawang Sewu.

[caption caption="prasasti"]

[/caption]

[caption caption="langit-langit"]

[/caption]

Lawang sewu konstruksinya tidak menggunakan besi, atap lawang sewu dibuat melengkung setengah lingkaran setiap setengah meter berfungi untuk megurangi tekanan. Tetapi untuk gedung yang paling akhir dibangun menggunakan besi dan material lokal karena sulit mendatangkan material dari Belanda yang sedang terkena imbas dari perang dunia satu. 

Tembok lawang sewu tidak dibangun mengggunakan semen melainkan menggunkaan bligor, campuran pasir, kapur dan batu bata merah. Kelebihan bligor adalah bangunan tidak mudah retak, lebih awet dan menyerap air sehingga keadaan di dalam ruangan menjadi sejuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline