Sebuah bangunan besar yang terletak di kawasan Tawangmangu sangat menarik hati dengan arsitektur yang kontras dari bangunan-bangunan di sekitarnya. Bangunan ini mengadopsi gaya yang jarang sekali kita temukan di Indonesia. Kebanyakan gaya bangunan di sekitar tawangmangu adalah bangunan rumah jawa lengkap dengan kebunnya, sementara bangunan ini berdiri kokoh diantara rumah-rumah jawa dan perbukitan. Bangunan ini bergaya eropa timur sehingga banyak pertanyaan di otak saya ketika saya melihat bangunan ini, seperti pertanyaan bangunan ini difungsikan untuk apa, kapan dibuat, siapa pembuatnya, atas prakarsa siapa dan untuk apa kedepannya bangunan besar ini dipertahankan. Kesempatan mengunjungi bangunan ini saya manfaatkan untuk mengeskplorasi isi bangunan dan mencari tau mengenai bangunan tersebut.
Bangunan bergaya eropa timur ini ternyata mulai dibangun pada tahun 1959 kemudian sekarang bernama museum Rumah Atsiri. Pemilihan nama museum Rumah Atsiri menurut penjelasan Ibu Julia Ekajati (istri Pak Paulus) selaku pemilik karena dulunya bangunan ini merupakan pabrik atsiri. Pembuatan pabrik minyak atsiri ini dimulai pada era orde lama, lebih tepatnya ketika Bung Karno menjalin hubungan mesra dengan negara-negara eropa timur. Tetapi proyek pembangunan terhenti ketika penguasa berganti, sehingga tempat ini menjadi jatuh ke beberapa tangan sebelum akhirnya dimilki oleh Pak Paulus dan Ibu Julia Ekajati. Menurut penuturan Ibu Julia pula sebenarnya pabrik atsiri di Indonesia ketika itu dibangun di dua tempat yaitu di Aceh dan Tawangmangu.
Minyak atsiri adalah minyak esensial yang dihasilkan dari tumbuhan, berwujud kental pada suhu ruangan, mudah menguap dan memiliki aroma yang khas. Atsiri bukan sejenis tumbuhan tetapi terdiri berbagai macam tumbuhan yang bisa disuling, kemudian dijadikan bahan dasar minyak gosok. Tumbuhan tersebut antara lain citronella, serai, lavender, bunga cengkeh, bunga mawar, daun kayu putih, bunga kenanga, nilam, akarwangi dan masih ada sekitar 40 jenis tanaman lain yang bisa dijadikan bahan minyak atsiri.
Indonesia memiliki banyak sekali bahan-bahan untuk membuat minyak atsiri, itu merupakan salah satu alasan kenapa proyek mercusuar Bung Karno ini ada. Bung Karno sendiri memilih dua tempat dikarenakan ingin pembangunan pabrik atsiri ini menjangkau seluruh wilayah Indonesia di bagian barat dan timur. Bung Karno tidak ingin menjadikan sebuah pembangunan yang sentralisasi sementara wilayah lain tidak terjamah pembangunan. Untuk arsitek yang merancang bangunan museum Rumah Atsiri sampai sekarang belum diketahui, tetapi kemungkinan besar arsiteknya berasalh dari Bulgaria karena banyak peralatan yang juga didatangkan dari Bulgaria. Seperti banyaku diketahui bahwa pada masa tahun 60an Bulgaria merupakan anggota Pakta Warsawa (Blok Timur).
Memasuki bangunan megah yang saat ini masih dalam tahap pengerjaan di berbagai sisinya seolah merasakan nuansa eropa timur pada masa perang dingin. Pintu-pintu di bagian bawah museum masih dibiarkan seperti aslinya berupa pintu besi baja yang besar dan kuat. Ketika lebih teliti lagi dapat kita temukan saklar buatan Uni Soviet Socialis Republic (Rusia saat ini). Di bagian bawah bangunan terdapat bekas tungku besar dari batubata yang ternyata batu bata tersebut tahan api. Setelah itu melihat ruang penyimpanan hasil penyulingan bahan-bahan untuk membuat minyak atsiri juga membawa saya merasa berada di dalam sebuah laboraturium kuno dimana di pojoknya terdapat lemari besi buatan Soviet. Botol-botol yang berisi minyak atsiri dibiarkan terletak seperti pada mulanya dan wangi minyak atsiri masih ada disini. Salah satu botol ada yang bertuliskan huruf-huruf yang sama sekali asing di mata saya, huruf yang dipakai di Soviet atau Bulgaria sepertinya. Di bagian atas laboraturium kuno terdapat dua mesin pencacah yang masih berdiri kokoh buatan Bulgaria yang identitasnya sudah diambil oleh pemilik sebelumnya.
Tangga menuju lantai paling atas dibuat melingkar khas dengan gaya eropa tetapi lebih kecil dan tidak banyak ukiran di samping tangga dikarenakan bangunan ini bergaya eropa bagian timur pada masa perang dingin. Sampai di bagian paling atas yang bisa kita jangkau, kita akan disuguhi pemandangan yang sangat menakjubkan berupa hamparan perbukitan hijau dan gunung yang disana adalah habitat elang jawa. Di depan museum Rumah Atsiri terdapat berbagai tanaman yang digunakan untuk membuat minyak atsiri, saat ini tanaman lavender sudah mulai berbunga membuat wajah museum Rumah Atsiri semakin berwarna.
Ketika berjalan menuju wisma di bagian belakang museum, akan ada pos penjagaan dan tanaman yang membuat saya ingin berlama-lama disini. Tanaman tersebut adalah bunga mawar berwarna pink yang tumbuh disamping wisma dan tanaman ini merupakan pemberian dari Bulgaria untuk Indonesia sebagai simbol kerjasama pembangunan pabrik Atsiri pada masanya. Museum hingga saat ini masih dalam tahap renovasi karena disini akan dijadikan sebagai sarana edukasi bagi generasi muda Indonesia. Para peneliti minyak atsiri juga akan meneliti mengenai minyak atsiri di museum Rumah Atsiri. Indonesia itu sebenarnya kaya akan hasil alam, hanya belum semuanya bisa dimaksimalkan pemanfaatannya. Dengan adanya museum Rumah Atsiri diharapkan generasi muda dapat memaksimalkan penelitian dan edukasi mengenai bahan-bahan untuk pembuatan minyak atsiri yang sangat bermanfaat bagi kemajuan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H