Lihat ke Halaman Asli

niken nawang sari

Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Traveling Sendirian ke Museum Ambarawa, Siapa Takut

Diperbarui: 22 April 2016   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="tulisan I ambarawa"][/caption]

Traveling, sebagian orang menganggap bahwa traveling itu enak bareng-bareng tapi ada juga sebagian yang menganggap traveling lebih enak sendirian. Kali ini saya akan sedikit bercerita mengenai solo traveling ke museum kereta api Ambarawa, kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

 

Ambarawa sebuah kecamatan yang mempunyai nilai sejarah bagi Indonesia karena disini terdapat banyak bangunan bersejarah antara lain monumen palagan ambarawa, beteng willem dan museum kereta api terbesar di Indonesia yaitu museum kereta api Ambarawa. Setelah beberapa kali melewati kecamatan Ambarawa akhirnya saya diberi kesempatan untuk mengunjungi museum kereta api Ambarawa pada akhir tahun 2015 dan bulan Maret 2016.

Perjalanan dari Yogya menuju Ambarawa menggunakan kendaraan umum itu sekitar 2jam tetapi apabila ada macet bisa lebih dari 2 jam, saat itu saya menggunakan kendaraan umum. Yogya-Magelang-Temanggung-Jambu-Ambarawa nah ketika sampai perempatan di ringroad Ambarawa saya turun dan sebenarnya jalan menuju museum tidak ada 1km tetapi saya disarankan untuk menggunakan angkot berwarna kuning oleh supir bis tadi, hanya membayar Rp 2500 saya sampai di museum Ambarawa.

Harga tiket masuk adalah sebesar Rp 10.000 dan harga tiket kereta wisata sebesar Rp 50.000 per orang. Setelah masuk ke museum, terdapat dinding yang menceritakan sejarah perkeretapian sejak jaman kolonial belanda yang lumayan lengkap. Di depan juga terdapat tulisan I Ambarawa yang membuat tempat ini semakin menarik untuk dikunjungi. Stasiun Willem atau museum Ambarawa ini merupakan stasiun pulau, dalam artian di sayap utara dan selatan terdapat 2 jalur rel yaitu rel 1435mm di selatan dan 1067mm di utara.[caption caption="peron"]

[/caption]

Stasiun Willem masih dipertahankan keaslinnya yaitu dengan tegel berbentuk tahu diluar ruang tunggu stasiun dan tegel berornamen berwarna merah di dalam ruang tunggu stasiun kelas I dan II. Pada masanya ruang tunggu kelas I hanya digunakan oleh orang eropa, ruang tunggu kelas II digunakan oleh orang Cina dan priyayi pribumi, ruang tunggu kelas III digunakan oleh rakyat jelata. 

Saya melanjutkan ke belakang ternyata disana ada beberapa lori yang sudah tidak terpakai yang berisi kayu. Selain itu saya juga menemukan bangunan-bangunan stasiun kecil yang terbuat dari kayu yang masih dipelihara keaslian bangunan tersebut.Setelah selesai menelusuri bagian belakang, saya kedepan melihat berbagai lokomotif kereta uap, ada yang buatan Manchester tahun 1912 dan ada juga buatan Jerman.

Untuk kereta wisata kadang dijalankan menggunakan lokomotif uap, kadang menggunakan lokomktif diesel karena kadang si loko uap ngadat juga jadi dia istirahat di depo.Ketika saya kesini akhir 2015 si loko uap masih menarik gerbong wisata tetapi terakhir saya ke museum ini si loko diesel lah yang menarik gerbong wisata. Sayangnya waktu itu saya kehabisan tiket untuk mencoba naik kereta wisata. Untuk kereta wisata terakhir info yang saya dapatkan adalah kereta ini dioperasikan pada hari minggu, pukul 10.00, 12.00 dan 14.00 WIB. 

Ada beberapa lokomotif berjenis BB dan CC, yang sebentar lagi berulang tahun ke 5 adalah Bobo-Boni si loko uap yang dioperasikan pada tanggal 23 April 2011 dan sekaligus ulang tahun ke 112 masa dinas Bobo-Boni. Bobo- Boni sendiri sebenarnya adalah loko uap seri B2502 dan B2503. Ulang tahun Bobo-Boni ini akan dilaksanakan pada tanggal 24 April 2016 pada pukul 07.00 di stasiun Ambarawa dan stasiun Tuntang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline