Lihat ke Halaman Asli

Niken Hartanti

Mahasiswa S1 Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Surabaya

Guru BK: Polisi Sekolah atau Teman Siswa?

Diperbarui: 14 November 2022   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: chiscyberschool.com/

Hal pertama yang ada di pikiran kita jika mendengar kata Guru Bk adalah masalah, skandal, dan perkelahian. Apa yang mendasari pikiran itu? tentu saja hal ini karena siswa mengartikan dan mendefinisikan apa yang ia lihat dan alami di sekolah. Padahal jika kita runtut tentang fungsi BK di sekolah persepsi para siswa sungguh sangat berbanding terbalik. 

Konselor sekolah atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Guru Bimbingan dan Konseling atau Guru Bimbingan Penyuluhan adalah seorang praktisi yang membantu siswa mengatasi masalahnya dalam pembelajaran maupun diluar pembelajaran.

 Lalu, mengapa peserta didik di sekolah mengaitkan Guru BK dengan segala hal yang menyeramkan? hal ini tentu saja dapat kita lihat dari awal mula sepak terjang Bimbingan dan Konseling di indonesia.

Jika diruntut dari sejarahnya Bimbingan dan Konseling berasal dari Amerika. Metode ini diadopsi oleh indonesia di awal tahun 1960an. namun saat itu Bimbingan dan Konseling belum memiliki peran yang jelas disekolah. 

Baru pada tahun 1975 dengan adanya kurikulum 75, Bimbingan dan Konseling memiliki peran yang jelas dan telah memiliki tempat di pendidikan indonesia. meskipun begitu Bimbingan dan Konseling belum memiliki program kerja yang jelas sehingga keberadaanya tidak begitu diperhatikan. 

Karenanya, pada masa itu Guru Bimbingan dan Konseling biasanya dijabat oleh guru mata pelajaran yang tidak kebagian jam mengajar. hal ini yang menjadi salah satu alasan Bk memiliki pandangan yang buruk di mata siswa. 

Pasalnya guru yang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan ke BK an diangkat menjadi guru BK yang nantinya akan berpengaruh pada pelayanannya. siswa yang bermasalah dihukum, anak yang melanggar aturan dihukum, anak yang berlaku kasar dihukum. Seakan akan tidak ada jalan keluar lain yang bisa diberikan pada murid yang melakukan kesalahan selain dihukum. 

Hal inilah yang menyebabkan rusaknya nama BK di mata siswa. kita tidak bisa menyalahkan siapa siapa disini, karena guru guru yang diangkat menjadi guru bk atau yang masih disebut dengan guru bp pada waktu itu belum memiliki kualifikasi dan pegetahuan ke Bk an sehingga pelayanan yang diberikan tidak tepat. 

Pada tahun 1993, Prof. Prayitno dari padang merumuskan pola pelayanan BK 17 yang berisi bidang layanan yang harus diberikan oleh guru Bimbingn dan Konseling di sekolah. 

Bimbingan Konseling pola 17 ini menjadi pegangan dan evaluasi guru BK dalam memberikan pelayanan pada siswa. dengan adanya pola pelayanan ini kerja guru BK menjadi jelas dan tentunya terarah. seiring berjalannya waktu, Bimbingan Konseling terus berkembang menjadi pola 17+ hingga pola BK komprehensif yang digunakan saat ini. hal ini tentunya sangat membantu guru bk dalam memberikan pelayanann, dan langkah yang harus diambil saat menghadapi siswa. 

meskipun begitu sebelum tahun 2014 guru bk masih diisi oleh guru yang bukan merupakan jebolan dari BK. hingga pada tahun 2014, menteri pendidikan saat itu mengesahkan PERMENDIKBUD No. 111 Tahun 2014 yang mengatur tentang Bk di sekolah. dalam permendikbud ini juga dijelaskan kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang konselor sekolah yaitu minimal s1 Bimbingan konseling sehingga seorang guru bk memiliki bekal yang cukup dalam menjalankan tugasnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline