Lihat ke Halaman Asli

Niken Rossa

Mahasiswa

Hustle Culture, Is It Motivating or Toxic?

Diperbarui: 19 Juni 2022   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Hustle Culture adalah suatu gaya hidup dimana seseorang itu merasa dirinya harus terus bekerja keras, mereka juga dituntut untuk terus mengejar kecepatan hingga bekerja keras etiap hari entah itu hari libur mauoun tidak, dengan begitu mereka menganggap dirinya sukses. 

Hustle Cuture juga disebut gila kerja. Fenomena ini membuat seseroang percaya bahwa aspek kehidupan paling penting adalah mencapai tujuan professional dengan bekerja keras tanpa henti (non-stop).

Fenomena ini tak hanya dirasakan oleh pekerja sama, melainkan pelajar atau mahasoswa menjadi korban hustle culture ini. Tuntutan untuk sukses bagi anak muda menjadi salah satu penyebab munculnya hustle culture ini. 

Mereka mengutamakan produktivitas, pekerjaan, dan penghasilan daripada kesehatan mental, hubungan dengan orang lain, dan kebahagiaan sendiri.

Dampak yang timbul akibat Hustle Culture :

  • Berpengaruh buruk bagi kesehatan, akibat overwork ini menyebabkan tubuh kita kurang istirahat sehingga dapat menyebabkan hipertensi, sakit jantung, diabetes, permasalahan metabolism tubuh.
  • Meningkatkan gangguan mental, dengan memaksa diri untuk terus bekerja, membuat tubuh semakin lelah dan stress. Beberapa masalah yang sering terjadi adalah gejala depresi, kecemasan, hingga pikiran untuk bunuh diri.
  • Kehilangan work life balance, karena kesibukan ini kita kehilangan waktu healing baik sendiri maupun dengan orang lain. Sosialisasi sangat berpengaruh terhadap kebahagiaan yang nantinya berpengaruh pada penyeimbangan pekerjaan.

Dengan gaya hidup negative yang berdampak pada diri sendiri dan orang lain, dapat kita atasi dengan sadar bahwa mengalami dan terganggu oleh hustle culture, mengatur ulang pola jam kerja, melakukan evaluasi  atau sharing kepada kerabat kerja untuk masalah yang terjadi, transparan atau terbuka kepada atasan untuk pekerjaan yang sudah kamu lakukan, merasa cukup dalam melakukan pekerjaan apapun, dan berhenti sejak untuk tidak menggunakan media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline