Lihat ke Halaman Asli

Dear, Hujan

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Biarkan langit begitu mendung.
Biarkan awan menutupi matahari.
Biarkan hujan membasahi bumi.
Aku ingin bercerita, menyampaikan pada mereka tentang kita.
Tentang kita yang selalu bersama ketika ‘bertemu’ hujan.
Tentang kita yang selalu mempunyai cerita saat hujan datang.
Tentang kita yang merindukan hujan saat kita bersama.
Mendung bukan berarti hujan.
Dan hujan bukan pertanda akan ada pelangi.
Keindahan itu bukan kita yang menunggu alam, tapi kita yang membuat alam menjadi indah. Bahkan dalam keadaan yang buruk sekali pun.
Ketika hujan datang, aku selalu berharap waktu berhenti.
Karena aku takut, ketika matahari telah bersinar, ketika hujan telah reda.
Semua keindahan kita berakhir begitu saja.
Aku mencintaimu seperti hujan yang menunggu pelangi sesudahnya.
Begitu sabar, meski tak pasti akan ada.
Aku tidak ingin mencintaimu seperti pelangi.
Yang hanya ditunggu dalam waktu yang lama, dan menghilang dalam sekejap.
Kini, hujan sudah reda.
Tawa itu pun kian sirna.
Bukan, bukan karena sudah tidak bersama.
Hanya saja tidak ada hal yang membuat kita tertawa.
Karena hanya hujan, yang mampu membasuh luka, menghadirkan tawa.
Biarkan hujan membasahi tubuhku, agar tak seorang pun tahu betapa rapuhnya aku.
Biarkan hujan membasahi wajahku, agar tak seorang pun tahu airmataku merindukanmu.
Sampaikan pada hujan, aku merindukannya saat bersamamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline