Lihat ke Halaman Asli

Saat Kepercayaan Hilang : Mengapa Memulihkan Reputasi Lebih Sulit Daripada Membangunnya?

Diperbarui: 20 Desember 2023   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa waktu lalu konflik antara palestina dengan Israel sempat memanas dengan belasan ribu korban jatuh di pihak Palestina. Publik terbagi menjadi dua kubu, pro dan kontra. Sebagian lagi mengaku tidak memihak siapapun dengan dalih tidak membenarkan kekerasan. Segala hal yang berkaitan dengan Israel dan Palestina menjadi sorotan publik, tidak terkecuali produk-produk buatan Israel maupun brand yang diduga memihak pada Israel. Banyak perusahaan besar terdampak boikot seperti barang produksi Unilever, produk fast fashion seperti Zara dan H&M, dan produk kosmetik seperti Maybeline, Nivea, Loreal dan lainnya. Melansir dari Al-Jazeera, pada 2018 lalu tindakan boikot semacam ini dapat merugikan perusahaan hingga US$11,5 miliar atau setara dengan Rp180,48 triliun (asumsi kurs Rp15.694/US$).

Tidak hanya perusahaan atau brand luar negeri yang terdampak dari konflik ini. Beberapa brand kosmetik populer di Indonesia juga terdampak boikot. Beberapa brand tersebut  diantaranya ESQA, Rose All Day, dan Scarlett. Ketiga brand tersebut diduga mendukung Israel, hal ini bermula ketika Co-Founder ESQA, Cindy Angelina, dan Co-Founder Rose All Day, Tiffany Danielle, yang menyukai postingan Gal Gadot dengan lambang "Bintang Daud". Hal ini menuai reaksi publik dengan menuding dua petinggi brand tersebut mendukung Israel. Disisi lain, founder Scarlett, Felicya Angelista, mengunggah postingan video berdurasi 2 menit dimana dalam video tersebut netizen menganggap ia lebih pro Israel. Berbagai kritik ditujukan melalui kolom komentar instagram pribadi mereka maupun akun instagram kedua brand tersebut. Netizen beramai-ramai menyerukan untuk memboikot brand tersebut.  

Menangapi hal tersebut, ESQA dan Rose All Day memberikan klarifikasi mereka di bulan November lalu dengan membuat postingan klarifikasi terhadap isu-isu yang menimpa mereka sekaligus memberikan sumbangan melalui lembaga amal dengan nominal ratusan juta rupiah. Disisi lain, founder Scarlett, memberikan klarifikasi dengan meminta maaf melalui sosial media atas kabar yang beredar. Namun hal tersebut justru membuat netizen semakin geram dengan menduga bahwa permintaan maaf tersebut hanyalah formalitas agar produknya tidak di boikot.

Meskipun demikian, seruan boikot ketiga produk tersebut masih sering digencarkan hingga saat ini. Postingan permintaan maaf ketiga brand tersebut agaknya belum mampu meredamkan emosi masyarakat. Terlihat dari beberapa postingan setelahnya, masih banyak komentar negatif yang ditujukan kepada ketiga brand tersebut. Mengapa setelah segala upaya yang dilakukan, masih belum bisa mengembalikan reputasi brand tersebut?

Mengapa memulihkan reputasi sebuah brand lebih sulit daripada membangunnya?

Umumnya masyarakat lebih terbuka terhadap informasi negatif dibandingkan dengan informasi positif. Sebuah kesalahan yang terjadi lebih mudah dikenang daripada seribu prestasi yang telah dicapai. Informasi negatif dapat tersebar dengan cepat dan dapat mencakup audiends yang luas melalui berita online. Sehingga untuk mengembalikan reputasi tersebut memerlukan usaha yang lebih besar dan waktu yang lebih lama.

Setelah reputasi tercemar, masyarakat cenderung skeptis dengan upaya perbaikan yang dilakukan. Masyarakat sulit percaya jika upaya perbaikan tersebut adalah sebuah tindakan yang tulus alih-alih sekedar strategi marketing. Rusaknya reputasi ini dapat menghilangkan kepercayaan dan kredibilitas terhadap perusahaan. Kebanyakan orang cenderung mengaitkan perusahaan dengan kesalahan masa lalu serta sulit untuk memberikan kesempatan kedua untuk mempercayai lagi. Setelah perusahaan sukses mengembalikan reputasi, perlu dedikasi dan konsistensi yang berkelanjutan untuk mempertahankan reputasi yang sudah dipulihkan. Hal ini karena masyarakat atau pelanggan cenderung memberikan ekspetasi yang tinggi terhadap perusahaan tersebut.

Lalu bagaimana jika reputasi perusahaan sudah terlanjur tercemar?

Melihat ketiga brand kosmetik di Indonesia, kita dapat belajar beberapa hal untuk mengatasi risiko reputasi, diantaranya :

  • Akui kesalahan : Mengakui kesalahan merupakan langkah paling awal yang dapat perusahaan lakukan sebelum meminta maaf;
  • Identifikasi faktor yang mempengaruhi reputasi : Memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reputasi perusahaan dapat membantu mengidentifikasi langkah-langkah selanjutnya dalam proses perbaikan reputasi;
  • Mengembangkan kebijakan komunikasi melalui sosial media : Menyampaikan informasi transparan melalui media sosial dan platform onlien untuk memperbaiki citra perusahaan secara tebuka;
  • Investasi dalam promosi : Perbaikan reputasi perusahaan dapat melalui promosi dengan menyebarkan informasi positif tentang perusahaan. Promosi kini banyak macamnya, bisa melalui platform offline maupun online. Perusahaan dapat menggunakan kedua media tersebut untuk menjangkau audiens lebih luas;
  • Peningkatan kualitas produk : Peningkatan kualitas produk dan layanan merupakan langkah krusial dalam perbaikan reputasi perusahaan.

Bagaimana langkah preventif untuk menghadapi risiko reputasi perusahaan?

Beberapa langkah-langkah berikut dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya risiko reputasi perusahaan :

  • Analisis risiko proaktif : Sebelum krisis terjadi, perusahaan dapat melakukan analisis risiko proaktif dengan membuat list potensi risiko yang mungkin terjadi dan langkah untuk mengatasinya;
  • Memberikan pelatihan kepada anggota perusahaan : Seluruh anggota perusahaan memegang peran yang sama pentingnya dalam menghadapi risiko reputasi perusahaan. Dengan demikian perlu pelatihan serta membangun kesadaran untuk menciptakan praktik keamanan yang baik;
  • Manajemen Insiden : Perlu prosedur yang jelas untuk menghadapi pelanggaran yang didalamnya termasuk langkah-langkah dan kebijakan yang harus diambil serta siapa saja yang perlu terlibat untuk mengatasi permasalahan ini;
  • Monitoring dan revisi : Kebijakan yang berlaku harus sesuai dengan keadaan dan perkembangan zaman yang ada
  • Membangun fondasi yang kuat : Penyediaan informasi yang transparan mengenai kebijakan perusahaan serta berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan lingkungan untuk membangun trust kepada pelanggan
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline